Senin, 16 Desember 2013

AKHIR HAYAT RASULALLAH SAW (PERIODE MADINAH)


AKHIR HAYAT RASULALLAH SAW
(PERIODE MADINAH)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Islam Periode Klasik I
Dosen pengampu : Dra. Ummi Kulsum, M.Hum



Disusun oleh:
1.          Nafi’ Rotus Sholikah  (13120068)
2.          Yasir Abdul Aziz        (13120037)




UIN SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM / A
SEMESTER I
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  Masalah.
            Dengan penuh kerendahan hati dan ketulusan jiwa, kami susun makalah ini untuk memenuhi tugas. Yang Maha Mulia Rasulullah SAW. Beliau, yang kepadanya Al-Qur’an diturunkan, yang telah menumpas kemusyrikan dan penyembahan berhala, serta membimbing umat manusia bagaimana berbuat untuk dunia yang fana, sekaligus untuk akhirat yang baka.
            Cahaya hidayah, yang sempurna Akhlaqnya, unggul pikirannya, dan kokoh aqidahnya. Tak ada cela padanya bagi siapa pun yang hendak mencelanya; tak ada ujung bagi siapa pun yang hendak menyanjungnya, dan tak ada anak tangga yang lebih tinggi bagi siapa pun yang hendak mengunggulinya.
            Maka dengan mempelajari tentang akhir hayat Rasulullah SAW, kita umat muslim akan mengetahui tentang Haji Wada’ yang disebut Haji Tamam atau Haji Kamal (kesempurnaan). Di dalam hajinya beliau juga menyampaikan khutbah untuk yang terakhir kalinya. Adapun wahyu terakhir yang diturunkan kepadanya, serta ketika beliau menghadapi sakratul maut.
            Kita sebagai umatnya, harus tahu bahwa betapa Mulianya Nabi Muhammad SAW. Yang senantiasa memuji dan menjunjung Allah ta’ala. Semoga kita semua diberi syafa’at di akhirat nanti.

B.     Rumusan Masalah.
Permasalahan yang kami angkat pada makalah ini adalah :
1.      Pengertian Haji Wada’ dan pelaksanaan Haji Wada’?
2.       Apa saja yang disampaikan Rasulullah SAW dalam Khutbah Wada’?
3.      Wahyu terakhir yang diturunkan?
4.      Bagaimana Rasulullah menghadapi sakratul maut?
5.      Bagaimanakah reaksi kaum muslimin terhadap wafatnya Rasulullah SAW?
6.      Bagaimanakah pengurusan jenazah Rasulullah SAW?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Haji Wada’.
Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-10 H (maret 632 M) Rasulullah SAW menunaikan Haji Wada’. Haji ini disebut haji wada’, karena dalam haji ini Rasulullah SAW menyampaikan kata perpisahannya dengan para sahabatnya.
1.      Nama lain untuk Haji Wada’
Haji yang dilakukan Rasulullah SAW ini disebut dengan Haji Tamam atau Haji Kamal (kesempurnaan), karena di tengah pelaksanaan haji inilah yaitu pada saat Rasulullah SAW sedang wukuf di Arafah turun firman Allah ta’ala :“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu” (QS. Al-Maa’idah [5] : 3).
2.      Keberangkatan Rasulullah
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, istri Nabi SAW, dia berkata: “Rasulullah SAW berangkat haji pada tanggal 25 Dzulqa’dah. Tatkala sampai di Sarif, beliau menyuruh orang-orang supaya nanti bertahallul ‘umrah saja, kecuali orang yang menggiring hadya. Waktu itu Rasulullah SAW dan beberapa orang lainnya menggiring hadya.”
Kata Ibnu Ishaq dalam periwatannya: “Adapun Rasulullah SAW sendiri langsung menunaikan haji, di mana beliau memperlihatkan kepada orang-orang cara-cara ibadah haji (manasik) mereka dan diajarkan pula kepada mereka sunnah-sunnah haji mereka.”[1]
3.      Pelaksanaan Haji Wada’
Sebelum berangkat, Rasulullah SAW mempercayakan kota Madinah kepada Abu Dujanah As-Sa’idi. Ada pula yang mengatakan, kepada Siba’ bin Urfujah Al-Ghifari. Dalam keberangkatan kali in  i semua istri beliau ikut serta. Beliau masuk Mekkah pada Shubuh hari Ahad, tanggal 4 Dzulhijjah.Pendapat yang kuat mengatakan bahwa Nabi berangkat dari Madinah pada hari Sabtu 25 Dzulqa’dah (23 Februari 632 M). Beliau sampai di Sarif pada sore hari Ahad, hari ke-10, dan masuk Mekkah pada hari Selasa.Keberangkatan Rasulullah SAW kali ini disertai 90.000 orang. Ada pula yang mengatakan, lebih dari itu. Adapun yang berhaji saat itu lebih dari itu, karena penduduk Mekkah dan orang-orang Islam yang datang dari Yaman pun ikut bergabung bersama mereka.
Selanjutnya, Rasulullah SAW melaksanakan hajinya dengan memperlihatkan kepada orang-orang cara-cara ibadah haji (manasik) mereka, dan mengajarkan kepada mereka apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam menunaikan haji, seperti wukuf, melempar jumrah, dan thawaf di Baitullah. Begitu pula, diajarkan kepada mereka apa-apa yang diharamkan atas mereka dalam haji. Selanjutnya, Rasulullah SAW pun kembali ke Madinah.
4.      Berapa kali Rasulullah SAW haji seumur hidupnya?
Sejak Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau tidak pernah melakukan haji selain haji ini saja. Adapun selagi tinggal di Makkah, beliau tidak pernah meninggalkan haji setiap tahunnya, karena kaum Quraisy pada zaman jahiliyyah pun tidak pernah meninggalkan haji. Yang meninggalkan haji hanyalah orang yang sedang tidak berada di Makkah pada musim haji, atau terhalang oleh sesuatu.
Ibnul Atsir berkata dalam An-Nihayah: “Sebelum hijrah, Rasullulah SAW berhaji setiap tahun.”[2]
B. Rasulullah SAW Menyampaikan Khutbah wada’
Ibnu Ishaq berkata: “Selanjutnya, Rasulullah SAW berkhutbah di     


hadapan orang banyak. Dalam khutbah itu beliau menjelaskan apa yang perlu beliau jelaskan, yakni beliau memuji dan menjunjung Allah ta’ala,beliau ingin menyampaikan pelajaran penting kepada kaum muslimin tentang syariat Islam dan manasik haji, menunaikan kesaksian dan menyampaikan amanat.
Oleh karena itu, kaum muslimin diseluruh penjuru dunia memahami hal ini, dan mengamalkan apa yang dinasihatkan Rasulullah SAW tersebut.[3]
C.     Wahyu Terakhir yang diturunkan kepada Rasulullah SAW.
Adapun wahyu yang terakhir diturunkan adalah:
“sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah ‘Cukup Allah bagiku; tidak ada ilah selain dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Ardy yang agung.’” (QS. At-Taubah [9] : 128-129).
Tapi ada pula yang mengatakan bahwa wahyu yang terakhir diturunkan adalah:
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al. Maa’idah [5]: 3).
Yang kedua inilah riwayat yang shahih.[4]
D.    Rasulullah SAW menghadapi Sakratul Maut.

1.      Rasulullah SAW mulai sakit
Pada akhir bulan Safar tahun ke-11 H (632 M) Rasulullah SAW mulai jatuh sakit. Selama sakitnya, Rasulullah SAW berada rumah istri beliau Maimunah. Dan tatkala sakit beliau semakin parah, maka beliau meminta izin kepada para istri beliau untuk dirawat di rumah ‘Aisyah Al-Shiddiqiyah.[5] Beliau pun dibawa keluar dengan dipapah oleh Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dan ‘Ali bin Abi Thalib r.a, hingga memasuki rumah ‘Aisyah. Sesampainya di sana beliau meminta diguyur air, maka orang-orang pun menuangkan air kepada beliau, karena beliau merasa demam. Beliau bersabda: “Aku masih merasakan sakit (karena pengaruh) makanan yang aku makan di Khaibar itu. Sekarang agaknya tiba saatnya urat nadiku putus, dikarenakan racun itu.”[6]
Rasul berkata pula: “Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam Shalat”. Beliau merestui Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti) beliau semasa hidup.[7]
2.      Rasulullah SAW wafat
Dalam usia 63 tahun berpulanglah beliau ke ramatullah. Yaitu pada tanggal 13 Rabiul Awwal tahun 11 H.[8] Kata ‘Aiayah r.a dalam periwatannya: “Rasulullah SAW wafat diantara dada dan leherku.” Maksudnya, beliau wafat dalam dekapannya atau pangkuannya.[9]
E.      Reaksi kaum Muslimin ketika Rasulullah SAW Wafat

1.      Sikap Abu Bakar,’Umar, dan para sahabat lainnya atas wafatnya Rasulullah SAW
Abu Bakar r.a disaat itu tidak ada. Sementara itu ‘Umar bin Al-Khaththab r.a menghunuskan pedangnya dan mengancam setiap orang yang mengatakan Rasulullah SAW meninggal, padahal dia mendengar khutbah Rasulullah SAW tersebut di atas, di mana beliau berkata:
“Hai orang-orang, aku mendengar bahwa kamu sekalian khawatir akan kematian Nabimu. Apakah ada seorang nabi sebelumku yang kekal ditengah kaumnya, sehingga aku haharu kekal ditengah kamu sekalian? Ketahuilah, aku akan bertemu Rabbku.”[10]
Abu Bakar r.a pun datanglah setelah mendengar berita wafat beliau. Dia datang ke rumah ‘Aisyah r.a, lalu membuka wajah Rasulullah SAW dan menciuminya lalu menangis. Sesudah itu dia keluar, lalu berkata: “Hai orang yang bersumpah, tenanglah kamu; jangan tergesa-gesa!”
Sikap Abu Bakar atas peristiwa ini –sebagaimana anda lihat-menunjukkan betapa tegar dan teguh hatinya dalam menghadapi berbagai kesulitan. Ternyata dia adalah orang yang tetap mampu mengendalikan diri, bijak dan berani.
Memang pada saat wafatnya Rasulullah SAW, banyaklah pikiran orang yang kebingungan. Bahkan ada diantara mereka yang hilang kesadarannya sama sekali. Ada yang mendadak lumpuh, tidak mampu berdiri; adapula yang mendadak bisu, tidak mampu berbicara; dan adapula diantaranya yang jatuh sakit. Diriwayatkan bahwa setelah wafat Nabi SAW, Bilal r.a mengumandangkan adzan. Begitu pula sebelum dikubur. Apabila Bilal mengucapkan: “Asyhaduanna Muhammadar Rosululloh”, maka bergetarlah seluruh masjid dengan ratap dan tangis.


F.      Pengurusan jenazah Rasulullah SAW
Rasulullah SAW wafat pada hari senin, bulan Rabi’ul awal tahun ke-11 H. Ini tidak diperselisihkan. Akan tetapi, senin yang manakah, ini diperselisihkan. Menurut para fuqaha Hijaz., bahwa Rasulullah SAW wafat pada tanggal 2 Rabi’ul awal, sedang menurut Al-Waqidi, Rasulullah SAW wafat pada tanggal 12 Rabi’ul awal.
Beliau dikubur esok harinya, dipertengahan siang ketika matahari tergelincir, pada hari selasa. Usia beliau saat meninggal adalah 63 tahun, menurut kalender Qamariyah. Jenazah Rasulullah SAW dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan
Orang-orang memandikan jenazah Rasulullah SAW tanpa melepas baju beliau. Mereka menuangkan air di atas baju beliau dan menggosokkan tubuh beliau dengan baju. Beliau dimandikan oleh ‘Ali bin Abi Thalib r.a, dengan air yang berasal dari sumur Ghars yang ada di Quba’. Al-‘Abbas dan putranya, Al-Fadhl, membantu ‘Ali untuk membolak-balikkan tubuh beliau yang mulia.
Rasulullah SAW dikafani dengan tiga lapis kain, tanpa baju dan sorban. Setelah selesai dibungkus dengan kain kafan, beliau diletakan di atas dipannya yang berada tepat di pinggir kuburan yang telah digali. Kemudian secara bergiliran orang-orang masuk menshalatkannya, gelombang demi gelombang dan tanpa ada yang mengimami mereka. Yang pertama kali menshalatkan ialah Al Abbas kemudian Banu Hisyam, orang-orang Muhajirin, orang-orang Anshar dan terakhir semua orang.[11]
Sesudah itu Al-‘Abbas, ‘Ali. Al-Fadhal, dan Qutsam bin ‘Abbas turun ke dalam kubur beliau. Sesudah selesai, Bilal memercikkan air diatas kubur beliau SAW dengan sebuah geriba (wadah air yang terbuat dari kulit) dari arah kepala, lalu dia taburi diatasnya batu-batu kerikil dari halaman rumah, ada yang berwarna merah dan ada pula yang putih. Kubur beliau ditinggikan kira-kira satu jengkal dari permukaan tanah.[12]










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwasanya nabi Muhammad saw merupakan nabi dan rasul yang diutus kepada manusia oleh Allah swt untuk memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus dengan perjuangan yang gigih. Beliau berhasil merubah kebiasaan umat manusia dari keburukan kepada jalan kebenaran untuk menyembah Allah swt. Maka, perluya kita sebagai umat muslim mempelajari tentang Akhir Hayat Rasulullah saw. Dimulai dari Haji Wada’ hingga pengurusan jenazah Rasulullah saw.
Supaya kita sebagai umat islam untuk menjadikan beliau sebagai contoh dan suri tauladan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam lingkungan keluarga, agama, masyarakat, dan bernegara.

Daftar Pustaka
Ridha, Muhammad.2010. Sirah Nabawiyyah.Bandung:Irsyad Baitus Salam.
Syalabi, Ahmad.2003.Sejarah Kebudayaan Islam.dczJakarta:Pustaka A I Husna Baru.
Hasan, Abdul.1989.As-Sirah An-Nabawiyah.Surabaya:PT Bina Ilmu.
Al khundlari, Muhammad.1992.Nurul Yaqien Fii Siirah Sayyidil Mursalin.Semarang:CV Asy syifa.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan.1997.Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SW.Jakarta:Robbani Press.


[1]  Muhammad Ridha.Sirah Nabawiyyah(Bandung:Irsyad Baitus Salam,2010).hal 797


[2] Muhammad Ridha.Sirah Nabawiyyah(Bandung:Irsyad Baitus Salam,2010).hal 800-801
[3] Ibid.hal 798-800
[4] Ibid.hal 826-827
[5] Syeikh M. Al Khundlari.Nurul Yaqien Fii Siirah Sayyidil Mursalin(Semarang:CV Asy Syifa.1992).hal 377
[6] Muhammad Ridha.Sirah Nabawiyyah(Bandung:Irsyad Baitus Salam,2010).hal 814
[7] Syeikh M. Al Khundlari.Nurul Yaqien Fii Siirah Sayyidil Mursalin(Semarang:CV Asy Syifa.1992).hal 378
[8] A.Syalaby.Sejarah kebudayaan Islam(Jakarta:Pustaka A I Husna Baru.2003).hal 189
[9] Muhammad Ridha.Sirah Nabawiyyah(Bandung:Irsyad Baitus Salam,2010).hal 815
[10] Ibid. Hal 817
[11] Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy.Sirah Nabawiyyah: Anilis Ilmiah manhajiah Terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW(Jakarta:Rabbani Press,1997). Hal 343
[12] Muhammad Ridha.Sirah Nabawiyyah(Bandung:Irsyad Baitus Salam,2010).hal 820

Tidak ada komentar:

Posting Komentar