AKHIR HAYAT RASULALLAH SAW
(PERIODE MADINAH)
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Islam Periode Klasik I
Dosen
pengampu : Dra. Ummi Kulsum, M.Hum

1.
Nafi’ Rotus Sholikah (13120068)
2.
Yasir Abdul Aziz (13120037)
UIN SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM / A
SEMESTER I
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Dengan
penuh kerendahan hati dan ketulusan jiwa, kami susun makalah ini untuk memenuhi
tugas. Yang Maha Mulia Rasulullah SAW. Beliau, yang kepadanya Al-Qur’an
diturunkan, yang telah menumpas kemusyrikan dan penyembahan berhala, serta
membimbing umat manusia bagaimana berbuat untuk dunia yang fana, sekaligus
untuk akhirat yang baka.
Cahaya
hidayah, yang sempurna Akhlaqnya, unggul pikirannya, dan kokoh aqidahnya. Tak
ada cela padanya bagi siapa pun yang hendak mencelanya; tak ada ujung bagi
siapa pun yang hendak menyanjungnya, dan tak ada anak tangga yang lebih tinggi
bagi siapa pun yang hendak mengunggulinya.
Maka
dengan mempelajari tentang akhir hayat Rasulullah SAW, kita umat muslim akan
mengetahui tentang Haji Wada’ yang disebut Haji Tamam atau Haji Kamal
(kesempurnaan). Di dalam hajinya beliau juga menyampaikan khutbah untuk yang
terakhir kalinya. Adapun wahyu terakhir yang diturunkan kepadanya, serta ketika
beliau menghadapi sakratul maut.
Kita
sebagai umatnya, harus tahu bahwa betapa Mulianya Nabi Muhammad SAW. Yang
senantiasa memuji dan menjunjung Allah ta’ala. Semoga kita semua diberi
syafa’at di akhirat nanti.
B. Rumusan Masalah.
Permasalahan yang kami angkat pada makalah
ini adalah :
1. Pengertian Haji Wada’ dan pelaksanaan Haji
Wada’?
2. Apa saja yang
disampaikan Rasulullah SAW dalam Khutbah Wada’?
3.
Wahyu terakhir yang
diturunkan?
4.
Bagaimana Rasulullah menghadapi
sakratul maut?
5.
Bagaimanakah reaksi
kaum muslimin terhadap wafatnya Rasulullah SAW?
6.
Bagaimanakah
pengurusan jenazah Rasulullah SAW?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Haji Wada’.
Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-10 H (maret
632 M) Rasulullah SAW menunaikan Haji Wada’. Haji ini disebut haji wada’,
karena dalam haji ini Rasulullah SAW menyampaikan kata perpisahannya dengan
para sahabatnya.
1. Nama lain untuk Haji Wada’
Haji yang dilakukan Rasulullah SAW ini
disebut dengan Haji Tamam atau Haji Kamal (kesempurnaan), karena di tengah
pelaksanaan haji inilah yaitu pada saat Rasulullah SAW sedang wukuf di Arafah
turun firman Allah ta’ala :“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu
agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu
menjadi agama bagimu” (QS. Al-Maa’idah [5] : 3).
2. Keberangkatan Rasulullah
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, istri Nabi SAW,
dia berkata: “Rasulullah SAW berangkat haji pada tanggal 25 Dzulqa’dah. Tatkala
sampai di Sarif, beliau menyuruh orang-orang supaya nanti bertahallul ‘umrah
saja, kecuali orang yang menggiring hadya. Waktu itu Rasulullah SAW dan
beberapa orang lainnya menggiring hadya.”
Kata Ibnu Ishaq dalam periwatannya: “Adapun
Rasulullah SAW sendiri langsung menunaikan haji, di mana beliau memperlihatkan
kepada orang-orang cara-cara ibadah haji (manasik) mereka dan diajarkan pula
kepada mereka sunnah-sunnah haji mereka.”[1]
3. Pelaksanaan Haji Wada’
Sebelum berangkat, Rasulullah SAW
mempercayakan kota Madinah kepada Abu Dujanah As-Sa’idi. Ada pula yang
mengatakan, kepada Siba’ bin Urfujah Al-Ghifari. Dalam keberangkatan kali in i semua
istri beliau ikut serta. Beliau masuk Mekkah pada Shubuh hari Ahad, tanggal 4
Dzulhijjah.Pendapat yang kuat mengatakan bahwa Nabi berangkat dari Madinah pada
hari Sabtu 25 Dzulqa’dah (23 Februari 632 M). Beliau sampai di Sarif pada sore
hari Ahad, hari ke-10, dan masuk Mekkah pada hari Selasa.Keberangkatan
Rasulullah SAW kali ini disertai 90.000 orang. Ada pula yang mengatakan, lebih
dari itu. Adapun yang berhaji saat itu lebih dari itu, karena penduduk Mekkah
dan orang-orang Islam yang datang dari Yaman pun ikut bergabung bersama mereka.
Selanjutnya, Rasulullah SAW melaksanakan
hajinya dengan memperlihatkan kepada orang-orang cara-cara ibadah haji
(manasik) mereka, dan mengajarkan kepada mereka apa-apa yang Allah wajibkan
kepada mereka dalam menunaikan haji, seperti wukuf, melempar jumrah, dan thawaf
di Baitullah. Begitu pula, diajarkan kepada mereka apa-apa yang diharamkan atas
mereka dalam haji. Selanjutnya, Rasulullah SAW pun kembali ke Madinah.
4. Berapa kali Rasulullah SAW haji seumur
hidupnya?
Sejak Rasulullah SAW hijrah ke Madinah,
beliau tidak pernah melakukan haji selain haji ini saja. Adapun selagi tinggal
di Makkah, beliau tidak pernah meninggalkan haji setiap tahunnya, karena kaum
Quraisy pada zaman jahiliyyah pun tidak pernah meninggalkan haji. Yang
meninggalkan haji hanyalah orang yang sedang tidak berada di Makkah pada musim
haji, atau terhalang oleh sesuatu.
Ibnul Atsir berkata dalam An-Nihayah:
“Sebelum hijrah, Rasullulah SAW berhaji setiap tahun.”[2]
B. Rasulullah SAW Menyampaikan Khutbah wada’
Ibnu Ishaq berkata: “Selanjutnya, Rasulullah
SAW berkhutbah di
hadapan orang banyak. Dalam khutbah itu
beliau menjelaskan apa yang perlu beliau jelaskan, yakni beliau memuji dan
menjunjung Allah ta’ala,beliau ingin menyampaikan pelajaran penting kepada kaum
muslimin tentang syariat Islam dan manasik haji, menunaikan kesaksian dan
menyampaikan amanat.
Oleh karena itu, kaum muslimin diseluruh
penjuru dunia memahami hal ini, dan mengamalkan apa yang dinasihatkan
Rasulullah SAW tersebut.[3]
C. Wahyu Terakhir yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW.
Adapun wahyu yang terakhir diturunkan adalah:
“sesungguhnya telah
datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan),
maka katakanlah ‘Cukup Allah bagiku; tidak ada ilah selain dia. Hanya
kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Ardy yang agung.’” (QS. At-Taubah [9] : 128-129).
Tapi ada pula yang mengatakan bahwa wahyu yang terakhir
diturunkan adalah:
“Pada hari ini
telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al. Maa’idah [5]: 3).
Yang kedua inilah riwayat yang shahih.[4]
D. Rasulullah SAW menghadapi Sakratul Maut.
1. Rasulullah SAW mulai sakit
Pada akhir bulan Safar tahun ke-11 H (632 M)
Rasulullah SAW mulai jatuh sakit. Selama sakitnya, Rasulullah SAW berada rumah
istri beliau Maimunah. Dan tatkala sakit beliau semakin parah, maka beliau
meminta izin kepada para istri beliau untuk dirawat di rumah ‘Aisyah
Al-Shiddiqiyah.[5] Beliau
pun dibawa keluar dengan dipapah oleh Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dan ‘Ali
bin Abi Thalib r.a, hingga memasuki rumah ‘Aisyah. Sesampainya di sana beliau
meminta diguyur air, maka orang-orang pun menuangkan air kepada beliau, karena
beliau merasa demam. Beliau bersabda: “Aku masih merasakan sakit (karena
pengaruh) makanan yang aku makan di Khaibar itu. Sekarang agaknya tiba saatnya
urat nadiku putus, dikarenakan racun itu.”[6]
Rasul berkata pula: “Perintahkan Abu Bakar
untuk menjadi imam Shalat”. Beliau merestui Abu Bakar sebagai khalifah
(pengganti) beliau semasa hidup.[7]
2. Rasulullah SAW wafat
Dalam usia 63 tahun berpulanglah beliau ke
ramatullah. Yaitu pada tanggal 13 Rabiul Awwal tahun 11 H.[8]
Kata ‘Aiayah r.a dalam periwatannya: “Rasulullah SAW wafat diantara dada dan
leherku.” Maksudnya, beliau wafat dalam dekapannya atau pangkuannya.[9]
E. Reaksi kaum Muslimin ketika Rasulullah SAW Wafat
1. Sikap Abu Bakar,’Umar, dan para sahabat
lainnya atas wafatnya Rasulullah SAW
Abu Bakar r.a disaat itu tidak ada. Sementara
itu ‘Umar bin Al-Khaththab r.a menghunuskan pedangnya dan mengancam setiap
orang yang mengatakan Rasulullah SAW meninggal, padahal dia mendengar khutbah
Rasulullah SAW tersebut di atas, di mana beliau berkata:
“Hai orang-orang, aku mendengar bahwa kamu sekalian
khawatir akan kematian Nabimu. Apakah ada seorang nabi sebelumku yang kekal
ditengah kaumnya, sehingga aku haharu kekal ditengah kamu sekalian? Ketahuilah,
aku akan bertemu Rabbku.”[10]
Abu Bakar r.a pun datanglah setelah mendengar
berita wafat beliau. Dia datang ke rumah ‘Aisyah r.a, lalu membuka wajah
Rasulullah SAW dan menciuminya lalu menangis. Sesudah itu dia keluar, lalu
berkata: “Hai orang yang bersumpah, tenanglah kamu; jangan tergesa-gesa!”
Sikap Abu Bakar atas peristiwa ini
–sebagaimana anda lihat-menunjukkan betapa tegar dan teguh hatinya dalam
menghadapi berbagai kesulitan. Ternyata dia adalah orang yang tetap mampu
mengendalikan diri, bijak dan berani.
Memang pada saat wafatnya Rasulullah SAW,
banyaklah pikiran orang yang kebingungan. Bahkan ada diantara mereka yang
hilang kesadarannya sama sekali. Ada yang mendadak lumpuh, tidak mampu berdiri;
adapula yang mendadak bisu, tidak mampu berbicara; dan adapula diantaranya yang
jatuh sakit. Diriwayatkan bahwa setelah wafat Nabi SAW, Bilal r.a
mengumandangkan adzan. Begitu pula sebelum dikubur. Apabila Bilal mengucapkan:
“Asyhaduanna Muhammadar Rosululloh”, maka
bergetarlah seluruh masjid dengan ratap dan tangis.
F. Pengurusan jenazah Rasulullah SAW
Rasulullah SAW wafat pada hari senin, bulan
Rabi’ul awal tahun ke-11 H. Ini tidak diperselisihkan. Akan tetapi, senin yang
manakah, ini diperselisihkan. Menurut para fuqaha Hijaz., bahwa Rasulullah SAW
wafat pada tanggal 2 Rabi’ul awal, sedang menurut Al-Waqidi, Rasulullah SAW
wafat pada tanggal 12 Rabi’ul awal.
Beliau dikubur esok harinya, dipertengahan
siang ketika matahari tergelincir, pada hari selasa. Usia beliau saat meninggal
adalah 63 tahun, menurut kalender Qamariyah. Jenazah Rasulullah
SAW dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan
Orang-orang memandikan jenazah Rasulullah SAW
tanpa melepas baju beliau. Mereka menuangkan air di atas baju beliau dan
menggosokkan tubuh beliau dengan baju. Beliau dimandikan oleh ‘Ali bin Abi
Thalib r.a, dengan air yang berasal dari sumur Ghars yang ada di Quba’.
Al-‘Abbas dan putranya, Al-Fadhl, membantu ‘Ali untuk membolak-balikkan tubuh
beliau yang mulia.
Rasulullah SAW
dikafani dengan tiga lapis kain, tanpa baju dan sorban. Setelah selesai
dibungkus dengan kain kafan, beliau diletakan di atas dipannya yang berada
tepat di pinggir kuburan yang telah digali. Kemudian secara bergiliran
orang-orang masuk menshalatkannya, gelombang demi gelombang dan tanpa ada yang
mengimami mereka. Yang pertama kali menshalatkan ialah Al Abbas kemudian Banu
Hisyam, orang-orang Muhajirin, orang-orang Anshar dan terakhir semua orang.[11]
Sesudah itu Al-‘Abbas, ‘Ali. Al-Fadhal, dan
Qutsam bin ‘Abbas turun ke dalam kubur beliau. Sesudah selesai, Bilal
memercikkan air diatas kubur beliau SAW dengan sebuah geriba (wadah air yang
terbuat dari kulit) dari arah kepala, lalu dia taburi diatasnya batu-batu
kerikil dari halaman rumah, ada yang berwarna merah dan ada pula yang putih.
Kubur beliau ditinggikan kira-kira satu jengkal dari permukaan tanah.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini
adalah bahwasanya nabi Muhammad saw merupakan nabi dan rasul yang diutus kepada
manusia oleh Allah swt untuk memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus
dengan perjuangan yang gigih. Beliau berhasil merubah kebiasaan umat manusia
dari keburukan kepada jalan kebenaran untuk menyembah Allah swt. Maka, perluya kita sebagai umat muslim
mempelajari tentang Akhir Hayat Rasulullah saw. Dimulai dari Haji Wada’ hingga
pengurusan jenazah Rasulullah saw.
Supaya kita sebagai umat islam untuk
menjadikan beliau sebagai contoh dan suri tauladan bagi kita dalam kehidupan
sehari-hari. Baik dalam lingkungan keluarga, agama, masyarakat, dan bernegara.
Daftar Pustaka
Ridha, Muhammad.2010. Sirah Nabawiyyah.Bandung:Irsyad Baitus Salam.
Syalabi, Ahmad.2003.Sejarah Kebudayaan Islam.dczJakarta:Pustaka
A I Husna Baru.
Hasan, Abdul.1989.As-Sirah
An-Nabawiyah.Surabaya:PT Bina Ilmu.
Al khundlari, Muhammad.1992.Nurul
Yaqien Fii Siirah Sayyidil Mursalin.Semarang:CV
Asy syifa.
Al
Buthy, Muhammad Said Ramadhan.1997.Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah
Manhajiah Terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SW.Jakarta:Robbani
Press.
[3] Ibid.hal
798-800
[4] Ibid.hal 826-827
[5] Syeikh M. Al
Khundlari.Nurul Yaqien Fii Siirah
Sayyidil Mursalin(Semarang:CV Asy Syifa.1992).hal 377
[7] Syeikh M. Al
Khundlari.Nurul Yaqien Fii Siirah
Sayyidil Mursalin(Semarang:CV Asy Syifa.1992).hal 378
[8] A.Syalaby.Sejarah kebudayaan Islam(Jakarta:Pustaka
A I Husna Baru.2003).hal 189
[11] Muhammad Sa’id
Ramadhan Al Buthy.Sirah Nabawiyyah: Anilis Ilmiah manhajiah Terhadap Sejarah Pergerakan
Islam di Masa Rasulullah SAW(Jakarta:Rabbani Press,1997). Hal 343