Minggu, 18 Januari 2015

fokus budaya di Ngawi

FOKUS BUDAYA DI NGAWI-JAWA TIMUR

1.      TARI PENTUL MELIKAN

TARI PENTUL MELIKAN
Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan Paron, Tari ini digarap atau diciptakan pada tahun 1952 oleh Bapak Munajah di Desa Melikan Kelurahan Tempuran, Kecamatan Paron, Kebudayaan Ngawi. Tarian ini diciptakan untuk menghibur masyarakat setelah membangun sekolah daerah itu. Perkembangan selanjutnya, pementasan tari ini diadakan untuk  memperingati hari-hari besar nasional dan hari besar Islam oleh penduduk setempat. Sebagai rasa syukur dan ungkapan gembira masyarakat desa yang telah berhasil membangun sebuah jembatan, masyarakat sepakat untuk membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu.
Tarian ini dilakukan dengan memakai topeng kayu. Tarian ini melambangkan watak manusia yang berbeda-beda namun tetap bersatu dalam kerja. Topeng ini dipengaruhi oleh zaman Kerajaan Kediri dan masa kini. Iringan gamelan sedikit dipengaruh oleh Reog Ponorogo. Gerak-gerak tarian melambangkan penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan ini menumbuhkan ketentraman dan kedamaian. Tarian ini digambarkan dalam bentuk berbaris seperti prajurit dan setengah lingkaran.
2.      BATIK KHAS NGAWI
BATIK KHAS NGAWI
Batik merupakan salah satu warisan dari kebudayaan asli Indonesia. Dewasa ini Pemerintah giat untuk mengkampanyekan ataupun memperkenalkan pemakaian pakaian batik sebagai identitas nasional. Salah satu industri rumah tangga yang sedang berkembang di dua Kecamatan yaitu di Desa Munggut Kecamatan Padas dan Desa Banyu Biru kecamatan Ngrambe.
Batik motif Ngawi ini dibuat dengan teknologi batik tulis. Dengan mengusung ciri khas Ngawi, yaitu padi, bambu, dan manusia purba (palu purba). Batik tersebut, didesain dengan sangat teliti. Efek rentesan pada setiap konturnya membuat proses batik tulis ini cukup lama. Oleh karena itu kain batik tulis ini dijual dengan harga yang pantas.
3.      TARI BEDOYO SRIGATI

TARI BEDOYO SRIGATI
Tari Bedoyo Srigati ini adalah tarian sakral yang biasanya menjadi tarian upacara adat pada waktu Ganti Langse di obyek wisata spiritual Pesanggrahan Srigati . Tarian Ini ditarikan oleh paling sedikit 10 penari yang semua harus masih gadis. Saat ini Tari Budoyo Srigati juga biasa ditampilkan pada saat ada jamuan tamu yang berkunjung di Ngawi. Ditarikan oleh para gadis cantik dengan pakaian tradisional yang indah dan gerak yang lembut, Budoyo Srigati sangat menarik untuk ditonton.
4.      TARI OREK OREK

TARI OREK OREK
Ngawi sejak tahun 1980-an terkenal sebagai Bumi Orek-Orek.  Sebutan ini tidak lepas dari adanya Tari Orek-Orek yang tumbuh subur dan berkembang dimasyarakat luas. Hampir disetiap acara baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat sendiri tari ini selalu dipentaskan. 
Tari Orek–orek merupakan tarian dengan gerak dinamis dengan pemain terdiri dari pria dan wanita berpasangan. Tarian ini menggambarkan muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat gotong royong melakukan tarian gembira ria untuk melepaskan lelah.
5.      KEDUK BEDJI

KEDUK BEDJI
Prosesi Ritual Keduk Beji di Desa Tawun, Ngawi, Jawa Timur
a.      Sarana Ngalap Berkah Awet Muda
Masyarakat Desa Tawun, Kec. Padas, Ngawi memiliki tradisi unik, yakni ‘Ritual Keduk Beji’. Tradisi turun-temurun yang digelar setiap Selasa Kliwon usai masa panen raya ini sebagai sarana penghormatan kepada Eyang Ludro Joyo atas sumber air yang melimpah dan keramat. Berikut prosesi ritualnya:
Sebelum ritual berlangsung, ratusan peserta berkumpul di sumber berukuran 20 x 30 meter. Ritual dimulai dengan melakukan pengerukan atau pembersihan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori sumber mata air Beji yang berada di Desa Tawun. Terlihat seluruh peserta yang terdiri atas kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua tumplek blek turun menceburkan diri. Pada saat prosesi ini berlangsung, seluruh peserta basah kuyup oleh air sumber yang telah menjadi keruh, bahkan disertai dengan mandi lumpur.
Tak khayal, teriakan peserta yang ikut mandi lumpur dan masing-masing memegang tongkat kayu menarikan tari ‘Kecetan’ sembari bersahut-sahutan dengan suara dua sinden yang melantunkan tembang-tembang  Jawa disertai iringan gamelan. Para pemain gamelan dan dua sinden ini juga tampak gembira seperti peserta ritual lain yang berada di dalam areal ritual. Ritual kemudian dilanjutkan dengan penyikepan kendi ke dalam pusat sumber. Lalu, melakukan penyiraman air legen ke dalam sumber Beji dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Sesaji tersebut berisi makanan khas Jawa. Seperti jadah, jenang, rengginang, lempeng, tempe, yang ditambah buah pisang, kelapa, bunga, dan telur ayam kampung.
Selama penyeberangan sesaji, para pemuda yang berada di sekitar sumber Beji berjoged dan melakukan ritual saling gepuk (pukul) dengan diiringi gending Jawa. Ritual ditutup dengan makan bersama Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga untuk ‘ngalub’ atau meraih berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan berkah bagi kehidupannya kelak. Setelah ritual selesai, warga desa beramai-ramai mengambil air sumber yang mengalir jernih. Ada yang ditempatkan di botol, ada yang ditempatkan diember, bahkan ada pula yang langsung mandi di pinggiran sumber tersebut.
b. Sumber Air Ajaib
Mengenai tradisi turun-temurun ini, sesepuh Desa Tawun selaku Juru Silep, Mbah Suporno, mengatakan bahwa upacara Keduk Beji ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun sejak zaman dulu.
Tak sekadar melestarikan warisan leluhur, ritual ini menurut Mbah Supomo, berawal dari warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu peruah bertapa di Sumber Beji  untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan rudup. Setelah bertapa lama, tepat di hari Selasa Kliwon, jasad Eyang Ludro Joyo dipercaya hilang dan timbullah air sumber yang dimanfaatkan warga untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar dan digunakan untuk menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun yang merupakan objek wisata sumber kehidupan bagi warga setempat.
Terkait dengan air yang keluar dari sumber mata air ini, menurut kepercayaan warga memiliki berbagai keistimewaan. “Kami percaya, air sumber yang baru keluar setelah upacara ‘Keduk Beji’ sangat berkhasiat. Selain untuk kesehatan, air ini juga bisa membuat awet muda. Sedangkan syukuran berupa Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang disediakan warga untuk mencari berkah,” kata salah satu warga yang mengikuti ritual setiap Selasa Kliwon ini.
Sementara itu, inti dari ritual ini, terletak pada penyilepan atau penyimpanan kendi di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber. “Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan agar sumber air Beji tetap bersih. Dan tidak kalah sakralnya, mandi lumpur ini dipercaya warga desa setempat untuk membersihkan badan. Selain itu, mandi lumpur dipercaya dapat awet muda dan sehat,” jelas Mbah Porno yang diyakini masih keturunan dari Eyang Ludro Joyo.
6.     WAYANG KRUCIL
Wayang-Krucil-Indonesia-2

Wayang krucil adalah kesenian khas Ngawi, Jawa Timur dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik. Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar