Kamis, 27 November 2014

Fokus Budaya di Ngawi-Jawa Timur

FOKUS BUDAYA DI NGAWI-JAWA TIMUR

1.      TARI PENTUL MELIKAN

TARI PENTUL MELIKAN
Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan Paron, Tari ini digarap atau diciptakan pada tahun 1952 oleh Bapak Munajah di Desa Melikan Kelurahan Tempuran, Kecamatan Paron, Kebudayaan Ngawi. Tarian ini diciptakan untuk menghibur masyarakat setelah membangun sekolah daerah itu. Perkembangan selanjutnya, pementasan tari ini diadakan untuk  memperingati hari-hari besar nasional dan hari besar Islam oleh penduduk setempat. Sebagai rasa syukur dan ungkapan gembira masyarakat desa yang telah berhasil membangun sebuah jembatan, masyarakat sepakat untuk membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu.
Tarian ini dilakukan dengan memakai topeng kayu. Tarian ini melambangkan watak manusia yang berbeda-beda namun tetap bersatu dalam kerja. Topeng ini dipengaruhi oleh zaman Kerajaan Kediri dan masa kini. Iringan gamelan sedikit dipengaruh oleh Reog Ponorogo. Gerak-gerak tarian melambangkan penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan ini menumbuhkan ketentraman dan kedamaian. Tarian ini digambarkan dalam bentuk berbaris seperti prajurit dan setengah lingkaran.
2.      BATIK KHAS NGAWI
BATIK KHAS NGAWI
Batik merupakan salah satu warisan dari kebudayaan asli Indonesia. Dewasa ini Pemerintah giat untuk mengkampanyekan ataupun memperkenalkan pemakaian pakaian batik sebagai identitas nasional. Salah satu industri rumah tangga yang sedang berkembang di dua Kecamatan yaitu di Desa Munggut Kecamatan Padas dan Desa Banyu Biru kecamatan Ngrambe.
Batik motif Ngawi ini dibuat dengan teknologi batik tulis. Dengan mengusung ciri khas Ngawi, yaitu padi, bambu, dan manusia purba (palu purba). Batik tersebut, didesain dengan sangat teliti. Efek rentesan pada setiap konturnya membuat proses batik tulis ini cukup lama. Oleh karena itu kain batik tulis ini dijual dengan harga yang pantas.
3.      TARI BEDOYO SRIGATI

TARI BEDOYO SRIGATI
Tari Bedoyo Srigati ini adalah tarian sakral yang biasanya menjadi tarian upacara adat pada waktu Ganti Langse di obyek wisata spiritual Pesanggrahan Srigati . Tarian Ini ditarikan oleh paling sedikit 10 penari yang semua harus masih gadis. Saat ini Tari Budoyo Srigati juga biasa ditampilkan pada saat ada jamuan tamu yang berkunjung di Ngawi. Ditarikan oleh para gadis cantik dengan pakaian tradisional yang indah dan gerak yang lembut, Budoyo Srigati sangat menarik untuk ditonton.
4.      TARI OREK OREK

TARI OREK OREK
Ngawi sejak tahun 1980-an terkenal sebagai Bumi Orek-Orek.  Sebutan ini tidak lepas dari adanya Tari Orek-Orek yang tumbuh subur dan berkembang dimasyarakat luas. Hampir disetiap acara baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat sendiri tari ini selalu dipentaskan. 
Tari Orek–orek merupakan tarian dengan gerak dinamis dengan pemain terdiri dari pria dan wanita berpasangan. Tarian ini menggambarkan muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat gotong royong melakukan tarian gembira ria untuk melepaskan lelah.
5.      KEDUK BEDJI

KEDUK BEDJI
Prosesi Ritual Keduk Beji di Desa Tawun, Ngawi, Jawa Timur
a.      Sarana Ngalap Berkah Awet Muda
Masyarakat Desa Tawun, Kec. Padas, Ngawi memiliki tradisi unik, yakni ‘Ritual Keduk Beji’. Tradisi turun-temurun yang digelar setiap Selasa Kliwon usai masa panen raya ini sebagai sarana penghormatan kepada Eyang Ludro Joyo atas sumber air yang melimpah dan keramat. Berikut prosesi ritualnya:
Sebelum ritual berlangsung, ratusan peserta berkumpul di sumber berukuran 20 x 30 meter. Ritual dimulai dengan melakukan pengerukan atau pembersihan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori sumber mata air Beji yang berada di Desa Tawun. Terlihat seluruh peserta yang terdiri atas kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua tumplek blek turun menceburkan diri. Pada saat prosesi ini berlangsung, seluruh peserta basah kuyup oleh air sumber yang telah menjadi keruh, bahkan disertai dengan mandi lumpur.
Tak khayal, teriakan peserta yang ikut mandi lumpur dan masing-masing memegang tongkat kayu menarikan tari ‘Kecetan’ sembari bersahut-sahutan dengan suara dua sinden yang melantunkan tembang-tembang  Jawa disertai iringan gamelan. Para pemain gamelan dan dua sinden ini juga tampak gembira seperti peserta ritual lain yang berada di dalam areal ritual. Ritual kemudian dilanjutkan dengan penyikepan kendi ke dalam pusat sumber. Lalu, melakukan penyiraman air legen ke dalam sumber Beji dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Sesaji tersebut berisi makanan khas Jawa. Seperti jadah, jenang, rengginang, lempeng, tempe, yang ditambah buah pisang, kelapa, bunga, dan telur ayam kampung.
Selama penyeberangan sesaji, para pemuda yang berada di sekitar sumber Beji berjoged dan melakukan ritual saling gepuk (pukul) dengan diiringi gending Jawa. Ritual ditutup dengan makan bersama Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga untuk ‘ngalub’ atau meraih berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan berkah bagi kehidupannya kelak. Setelah ritual selesai, warga desa beramai-ramai mengambil air sumber yang mengalir jernih. Ada yang ditempatkan di botol, ada yang ditempatkan diember, bahkan ada pula yang langsung mandi di pinggiran sumber tersebut.
b. Sumber Air Ajaib
Mengenai tradisi turun-temurun ini, sesepuh Desa Tawun selaku Juru Silep, Mbah Suporno, mengatakan bahwa upacara Keduk Beji ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun sejak zaman dulu.
Tak sekadar melestarikan warisan leluhur, ritual ini menurut Mbah Supomo, berawal dari warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu peruah bertapa di Sumber Beji  untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan rudup. Setelah bertapa lama, tepat di hari Selasa Kliwon, jasad Eyang Ludro Joyo dipercaya hilang dan timbullah air sumber yang dimanfaatkan warga untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar dan digunakan untuk menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun yang merupakan objek wisata sumber kehidupan bagi warga setempat.
Terkait dengan air yang keluar dari sumber mata air ini, menurut kepercayaan warga memiliki berbagai keistimewaan. “Kami percaya, air sumber yang baru keluar setelah upacara ‘Keduk Beji’ sangat berkhasiat. Selain untuk kesehatan, air ini juga bisa membuat awet muda. Sedangkan syukuran berupa Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang disediakan warga untuk mencari berkah,” kata salah satu warga yang mengikuti ritual setiap Selasa Kliwon ini.
Sementara itu, inti dari ritual ini, terletak pada penyilepan atau penyimpanan kendi di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber. “Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan agar sumber air Beji tetap bersih. Dan tidak kalah sakralnya, mandi lumpur ini dipercaya warga desa setempat untuk membersihkan badan. Selain itu, mandi lumpur dipercaya dapat awet muda dan sehat,” jelas Mbah Porno yang diyakini masih keturunan dari Eyang Ludro Joyo.
6.     WAYANG KRUCIL
Wayang-Krucil-Indonesia-2

Wayang krucil adalah kesenian khas Ngawi, Jawa Timur dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik. Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.




Nafi' Rotus Sholikah


Senin, 24 November 2014

mendaki di gunung lawu by GCU

Puncak Lawu
R
abu (14/11), pendakian puncak lawu yang kedua kali ini ku lakukan dalam suasana malam tahun baru Islam tepatnya malam 1 suro, yang pada saat itu juga banyak para pendaki dari berbagai daerah melakukan pendakian. Aku yang ditemani tiga orang teman dari sekolahku sendiri (SMAN 1 Ngawi) ada dua orang (Mulana Arga dan Devid Yokki) dan satunya dari SMA PGRI 1 Ngawi yaitu Nafi. Kami berangkat setelah Ashar sekitar pukul 16.00 WIB dari SMAN 1 Ngawi dengan naik sepeda motor. Sekitar dua jam kami melakukan perjalanan sampai ke cemoro sewu tepatnya di Kab. Magetan. Di perjalanan Kami disuguhkan pemandangan yang menajubkan, namun ada sedikit masalah dalam perjalanan Kami yaitu motor yang saya tumpangi (Yamaha Cryton) terjadi gas yang tidak stabil sehingga menyebabkan Kami berjalan lambat. Setelah sampai di Cemoro Sewu sekitar jam 18.00 WIB Kami istirahat beberapa menit, aku pun menyelidiki kerusakan motorku di bantu dengan Maulan dan ternyata ada kerusakan pada Busi kendaraan lalu segera Kami lakukan perbaikan, berharap besuk dapat pulang dengan lancar.
Sebelum melakukan pendakian Kami menjalankan Ibadah Sholat maghrib di Mushola dekat Cemoro Sewu dan ternyata disini Kami bertemu dengan kakak-kakak alumni SMASA beserta beberapa temannya (Kak Radit, Kak Muzi, Kak Yusak, Verika, Roro, dan Aan) merekapun ikut bergabung dalam kelompok Kami, Kami menamakan diri Kami “NGAWI RAMAH” karena kami semua dari Kabupaten Ngawi, usul dari Kak Radit, terlihat beberapa teman Kami kedinginan yaitu Nafi yang berpakaian Biru. :D. Setelah selesai packing tepat pukul 19.16 WIB Kami berangkat dari Cemoro Sewu dengan penuh semangat. Di pintu Cemoro Sewu Kami berhenti sejenak untuk membayar Retribusi sebesar Rp. 7500,- @. Semua sudah siap, Kami pun melanjutkan perjalanan menuju puncak.

Di awal perjalanan Kami melihat di kanan kiri Kami ramai sekali pendaki berlalu-lalang mungkin karena malam suro, tak ketinggalan Kami juga melihat di sekitar banyak tenda-tenda berdiri slah satunya ada juga tenda tim SAR (search and rescue). Langkah demi langkah kami ayunkan meskipun terasa berat karna banyak tanjakan yang hasus Kami lewati namun karena Kami lakukan bersama-sama dengan suasana yang bersahabat sehingga memberikan semangat bagi kami semua. Perjalanan semakin gelap dan dingin karena waktu semakin malam dan semakin tinggi daerah yang kita lalui. Dalam perjalanan tak lupa Kami menyorakkan yel-yel Kami “NGAWI RAMAH!!!” berkali kali tak ingin kalah pendaki lain pun ikut menunjukkan yel-yel mereka, akhirnya pun seakan saling berbalas membuat suasana menjadi sangat akrab meskipun banyak dari kami yang belum saling mengenal satu sama lain. Di perjalanan ini kami serasa tak patah semangat meskipun terkadang banyak rintangan yang harus kami hadapi. Tak jarang Kami pun juga meraskan lelah dan dingin, seketika itu Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tak lama kami melihat beberapa orang turun, mereka seperti membawa obor untuk penerangan namun ternyata mereka hanya membawa kayu yang pada ujungnya diikatkan sarung tangan mereka dengan sedikit bahan bakar mereka menyulutkannya sehingga terlihat seperti obor, mungkin terlihat aneh tapi ini benar-benar unik. Heheh
Waktu menunjukan pukul 21.00 WIB kami melanjutkan perjalanan sampai di pos 3 sempat kami terhenti sejenak tercengang karena ada beberapa orang yang mebawa bawaan berat setelah saya bertanya, ternyata mereka membawa bahan-bahan makanan seperti beras dan sebagainya, mereka ialah penjual makanan di puncak katanya. “nuwun sewu, buk. Jenengan napa mboten, sayah*?. Mbeto ngoteniku” aku bertanya sambil menunjuk bawaanya, “jane kesel le, nanging neg wis kulina yo rasane biasa” jawab Ibuk penjual makanan tadi. Mereka sangat hebat, aku kagum dan seakan hampir tak percaya ternyata kehidupanku begitu terlihat berbeda ketika ku bandingkan dengan mereka yang hidup setiap harinya mereka jalani penuh dengan kerja keras demi mendapat sesuap nasi. Terlintas di benakku sejenak teringat akan orangtuaku di rumah, betapa besyukurnya kami dapat hidup dengan serba mudah dan berkecukupan berbeda jauh dengan mereka yang menggantungkan hidupnya berjualan di Gunung Lawu. Alhamdullilah ku ucapkan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Cahaya matahari mulai terlihat dari ufuk timur, Kami pun mulai bersemangat lagi menuju puncak Gunung Lawu. Tinggal beberapa tanjakan lagi kami sampai pada Puncak. Sebelum sampai Puncak tak lupa kami berfoto-foto karena di sekitar sini sinar matahari nampak indah menyinari beberapa pepohonan dan juga bunga-bunga edelwais terlihat bermekaran dimana-mana. Subhanallah, betapa Kuasanya Tuhan menciptakan alam seisinya ini begitu indah. Kami tak ingin berlama-lama di sini akhirnya pun meneruskan perjalanan. Sebelum sampai di puncak aku berhenti sejenak dan melihat di sisi kiri saya.
Terlihat di sana agak jauh terdapat Gua. Gua tersebut tidak terlihat begitu jelas namun sempat saya mengambil gambarnya, nampak sebuah lubang cukup besar terdapat di sela tebing yang berdiri tegak. Mesikpun ada jalan setapak menuju gua tersebut namun Kami tidak hendak menuju kesana karana entah mengapa agak terasa takut. Mungkin karena tempatnya misterius dan jalanya lumayan jauh disilain pun kami harus segera melanjutkan perjalanan agar nanti tidak terlalu sore dalam perjalanan pulang. Setelah beberapa menit kami berjalan sampailah pada salah satu situs di Gunung Lawu yang konon dikeramatkan oleh banyak orang, yaitu situs Sendang Derajat .
Sendang Derajat adalah sebuah sumber mata air yang terdapat di dekat puncak gunung lawu. Situs ini merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi oleh para pendaki. Di dekat sendang ini terdapat makam seseorang yang dianggap keramat oleh para pendaki dan sering dijadikan tempat mencari Wangsit* kata orang jawa. Di sendang derajat terdapat sumber air jernih yang konon jika kita meminumnya sambil berdoa, permintaan dan doa tersebut akan dikabulkan. Mungkin karena di tempat ini masih suci dan hanya orang-orang yang tertentu yang bisa sampai pada tempat ini. Sendang derajat ini diambil dari kata Sendang yang berarti mata air, dan Derajat yang artinya pangkat atau derajat, yang diharapkan orang yang minum dan berdo di sini dapat menjadi seorang yang berpangkat tinggi dan derajatnya tinggi di mata Tuhan. Sayangnya sumber air di sendang tersebut pada saat itu sedang kering malah hanya ada bunga-bunga dan dupa. Selain Sendang dan makam, di tempat ini juga terdapat warung makan yang ramai pada hari-hari di bulan suro karena banyak pendaki Gunung Lawu pada bulan Suro. Warung makan ini terlihat sederhana namun banyak pengunjungnya dari yang hanya berkamp maupun yang hanya beristirahat sejenak. Menu yang disajikan pun cukup lengkap yaitu nasi pecel minum-minuman hangat serta beberapa camilan jajan. Serasa warung pada umumnya namun yang ini terdapat di dekat Puncak Lawu.
Pukul 07.00 kami melanjutkan perjalanan lagi, menuju puncak. Tak beberapa lama berjalan salah satu teman kami memutuskan untuk beristirahat dan sarapan pagi sebentar. Kami lalu berhenti di dekat makam yang lain di dekat puncak lalu mengeluarkan perbekalan kami. Dengan bantuan kayu dan paraffin seadanya kami memasak air yang pertama kami jadikan minuman hangat dengan memberinya serbuk sachet ANGET SARI+SPONTAN, menurut salah satu teman kami (Devid) dia berkata “ Rasane seperti Katul*, eh tapi enak juga” sambil ketawa. Tak lupa kami juga memasak mi kuah, mungkin tidak terlalu banyak tapi cukup buat kami semua. Sambil beristirahat kami makan-makan, setelah makan beberapa teman kami memutuskan untuk beristirhat, ternyata dia sudah pernah beberpa kali pergi ke puncak sehingga dia tidak mengikuti kami dan menunggu di tempat tersebut, yang lainnya pun meneruskan perjalanan ke puncak.
Aku, Maulana, dan Mas Yusak melanjutkan perjalanan menuju puncak, sebenarnya jalan menuju puncak sudah dekat namun dengan rasa ingin tau aku mengjak mereka berkeliling dahulu melihat situs-situs di dekat sebelum sampai puncak. Yang pertama kami berhenti di sebuah rumah sederhanya. Di depan rumah tersebut terdapat tulisan KIKI, setelah masuk pada teras rumah tersebut di sana ada seorang yang keluar dan saya sempat bertanya-tanya insformasi. Ternyata rumah itu milik bos Buku KIKI dan di tempat itu akan diadakan sebuah acara namun saya tidak menanyakannya, yang jelas bosnya akan datang hari ini katanya.
Perjalanan lalu kami lanjutkan menuju puncak dan lagi-lagi kami terhenti sejenak, kami berhenti pada sebuah warung makan. Warung makan ini berbeda dengan yang sebelumnya ini merupakan yang paling melegenda kata banyak orang. Ini Warung Mbok yem sempat juga masuk TV kata temanku Devid. Karena warung ini telah berdiri sejak lama sampai-sampai hampir setiap pendaki pasti tak mau ketinggalan mampir di warung ini. Namun sayang kami tak bisa berlama-lama di sini. Sebenarnya kami ingin bertemu dengan pemilik warung atau Mbok Yem sendiri tetapi Beliau masih kelihatan sibuk dengan pelanggan-pelanggannya akhirnya kami lanjutkan perjalanan lagi menuju puncak.
Sebenarnya saya sendiri sudah yang kedua kali ini pergi ke puncak lawu, namun pada pendakian pertama dengan keenam teman saya (Wirawan, Ucup, Rohman, Bayu, Taufik, Andrey, dan saya sendiri) ini tidak begitu memuaskan bagi saya. Pasalnya, kami hanya melakukan pendakian sampai puncaknya saja tanpa berkunjung ke situs-situs penting yang ada di sekitar puncak. Selain itu dokumentasi pada saat itu terjadi trouble atau bermasalah karena setelah sampai di rumah data-data gambar yang telah kami ambil semua tidak bisa dibuka mungkin filenya rusak. Sehingga dengan pengalaman tersebut saya ingin kembali lagi ke tempat ini dengan harapan mampu mendokumentasikan perjaanan kami dengan sebaik baiknya. Puncak telah di depan mata, kedua teman saya pun tak sabar untuk melihat dan mengambil gambar di sana. Tetapi langkah mereka masih saja ku belokkan meskipun agak tidak setuju dengan saya akhirnya mereka ikut juga. Tempat selanjutnya yang kami singgahi adalah sebuah rumah kosong, saya tidak tahu banyak tentang tempat tersebut mungkin tempat itu hanya sebuah rumah peristirahatan seseorang saja, tetapi Nampak cukup besar. Sayangnya temanku tidak begitu tertarik akhirnya kami tinggalkan begitu saja.
Waktu menunjukan sekitar pukul 09.00 WIB, tak terasa sudah lama kami berkeliling. Padahal kami tadi telah berjanji akan kumpul lagi ditempat yang telah dijanjikan teman-teman yang lain pukul 11.00 WIB tepat, tak banyak cakap kami lanjutkan ke situs selanjutnya yaitu Hargo Dalem. Tempat ini banyak disinggahi para pendaki untuk ritual atau sekedar ziarah, untuk kami sendiri pada saat itu terlihat sedang diadakan sebuah ritual penyembelihan kambing. Terlihat banyak orang berpakaian hitan-hitam yang berlalu-lalang di tempat ini, dengan disusul aroma-aroma yang sangat menyengat dari wangi-wangian bunga, dupa sampai kemenyan yang di bakar. Nampak tempat ini merupakan tempat yang suci dan dikeramatkan oleh beberapa orang.
Setelah dari Hargo Dalem kami melajutkan lagi ke situs yang terkhir kami kunjungi sebelum menuju puncak lawu. Situs ini adalah Pasar Dieng atau sering disebut pasar gaib, ada juga yang menyebutnya pasar setan. Di tempat ini sepintas dari kejauhan terlihat tak ada yang special namun setelah kami dekati banyak terjadi kejanggalan di sini. Salah satunya yaitu banyak batu-batu yang berceceran di mana mana bahkan tak jarang kami menemukan sebuah batu-batu yang disusun rapi menjulang ke atas, ada juga yang sampai terdapat batu tersangkut di atas ranting ranting pohon. Menurut mitos yang beredar tempat ini merupakan pasar atau tempat transaksi para makhluk gaib. Ada pula yang mempercayai apabila kita membawa daun beberapa lembar kemudian kita taruh di sana dan meminta sesuatu barang atau keinginan maka setelah kita sampai di rumah nanti akan mendapatkannya. Tetapi kenyataannya di tempat ini malah banyak uang berceceran baik uang kertas maupun uang logam. “kenapa ya?” Tanya saya dalam hati. Salah satu temanku hendak mengambil namun saya cegah dengan alas an uang tersebut kan bukan milik kita.
Akhirnya sampai puncak setelah puas dengan mengunjungi situs-situs di dekatnya. Tiba juga kami di tujuan utama dalam pendakian ini yaitu Puncak Gunung Lawu atau disebut juga Hargo Dumilah. Ditempat ini terdapat sebuah tugu yang tidak terlalu tinggi namun merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan puncak-puncak lainnya dalam gunung lawu. Di tugu tersebut bertuliskan 3265 Dpl, KIKI, serta terdapat logo baret merah kemungkinan lambang KOPASUS. Di tenpat ini banyak para pendaki mengambil gambar maupun merekamnya dalam bentuk dokumentasi film, namun ada juga yang hanya sekedar bersenbahyang dengan membawa dupa dan kembang serta sajen*. Kami pun tanpa banyak basa basi langsung ambil gambar di sini meskipun objek tugunya ramai sehinggan kami harus rela mengantri dengan yang lainnya yang juga ingin mengambil gambar dengan background Puncak lawu. Setelah beberapa menit menuggu akhurnya kami dapat juga kesempatan mengambil gambar di Puncak Gunung lawu. Tak terasa waktu berjalan begitu ceoat, jam telah menunjukan pukul 10.30 WIB. Kami harus segera kembali menuju tempat perjanjian yang telah ditentukan tadi. Akhirnya pun kami bergegas meniggalkan puncak dan menuju tempat yang telah ditunggu teman-teman kami yang lain.
Tepat hampir pukul 11.00 WIB kami telah bertemu dengan teman-teman kami yang lainnya. Dengan istirahat sebentar, akhirnya kami melanjutkan perjalanan turun menuju Cemoro Kandang. Perjalanan tak begitu sulit dengan lintasan-lintasan yang tak terlalu curam seperti pada jalur Ceomoro Sewu sebelumnya. Namun kali ini jarak yang ditempuh lebih jauh dari pada jalur Cemoro sewu. Bebrapa pos kami lewati, di perjalanan pulang ini saya mengalami sedikit kendala yaitu badan saya agak lemas dan kepala saya terasa pusing, mungkin karena lapar. Akhirnya beberapa dari kami ada yang berpencar, ada yang memilih jalan yang datar tapi jauh ada juga yang memilih potong jalur atau disebut jalur Potong Compas. Sehingga yang tersisa menemaniku dalam perjalanan menuju pos selanjutnya yaitu pos 2 (taman sari atas) hanya dua orang yaitu Devid Yokki dan Maulana Arga. Dengan langkah yang tidak telalu cepat akhirnya kami sampai juga pada pos 2 (taman sari atas) di sini nampak beberapa pohon hangus seperti habis terkena kebakaran hutan, jadi terkesan Gothic kata salah satu temanku. Kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas karena di jalur-jalur menuju pos 2 (taman sari atas) ini sering tercium bau dari Belerang atau Sulfur. Dan ternyata tepat di samping timur pos ini terdapat kawah yang mengeluarkan asap putih dan tercium bau belerang yang sangat menyengat seperti bau Kentut :D , rasa capek agak berkurag setelah istirahat sebentar tadi, kami memutuskan untuk lanjut menuju pos 1 (taman sari bawah). Setelah perjalanan sekitar satu jam kami tiba di pos 1 (taman sari bawah). Kami tidak begitu beruntung karena pada saat itu tiba-tiba hujan turun sangat deras akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak dan melaksanakan sholat Ashar.
Setelah hujan mereda, kabut pun mulai nampak pekat sehingga mengurangi jarak pandang kami. Dengan hati-hati kami berjalan menuju Pos Cemoro Kandang, meskipun kabut yang pekat serta jalan yang licin kami tetap takkan menyerah dan ingin segera pulang. Sempat beberapa kali kami terpeleset, di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang bapak-bapak sekitar umur 40 tahun. Dia meminta kami untuk menemani perjalanannya sampai pos Cemoro Kandang. Sekitar satu jam berjalan dari pos 1 (taman sari bawah) akhirnya sampai juga kami di Comoro Kandang. Tanpa istirahat kami langsung melewatinya begitu saja dan langsung turun ke jalan raya menuju Cemoro Sewu yang tidak terlalu jauh dari situ. Setelah sampai di Cemoro Sewu Kami langsung menuju penitipan Motor kami yang tidak jauh dari situ. Meskipun keadaan masih agak gerimis dan berkabut kami memutuskan untuk langsung pulang ke rumah masing-masing, Itulah sedikit cerita Semasa Muda KAMI yang bersekolah di SMA N 1 Ngawi, dan kami banyak berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam melakukan pendakian ini. Untuk Ibu (TRI HERNANI) dan Bapak saya (PUGUH SUSILO UTOMO) saya berterimakasih atas restu yang diberikan. Tak lupa Kepada rekan (DEVID YOKKI dan MULANA ARGA RIDHO) yang setia menemani saya dalam perjalanan ini. _14 Nov 2012_.GCU
Terima Kasih

Rabu, 04 Juni 2014

kerajaan Sunda


KERAJAAN SUNDA

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Pra-Islam
Dosen pengampu: Drs. H. Maman A. Malik Sy., M.S.



Disusun oleh:
1.    Aminah
2.    Siti Fatimah
3.    Nafi’ Rotus Sholikah

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014





1.      Pusat Kerajaan Sunda yang berpindah-pindah
Pusat kerajaan yang berpindah-pindah, bukanlah hal yang asing di dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pemindahan pusat-pusat kerajaan itu, disebabkan oleh berbagai macam alasan, yaitu ekonomi, keamanan, politik, dan lain-lain. Perpindahan itu juga disebabkan karena adanya bencana alam. Di Jawa Barat juga terjadi beberapa kali perpindahan pusat kerajaan. Barangkali, sebernarnya di Jawa Barat hanya terdapat sebuah kerajaan saja setelah keruntuhan kerajaan Tarumanegara menjelang akhir abad VII M, sedangkan nama-nama yang sekarang dianggap sebagai nama kerajaan adalah nama ibukota atau pusat kerajaan tersebut.
A.    Pusat Kerajaan Galuh
Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Sunda masa lampau adalah masyarakat ladang yang senantiasa berpindah-pindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah garapan mereka, maka terjadinya perpindahan pusat kerajaan ini pun, berhubungan dengan latar belakang sosial dan budaya. Jika dugaan itu benar, maka kerajaan Sunda telah beberapa kali berpindah pusat kerajaan yang dimulai dari Galuh dan berakhir di Pakwan Padjajaran.
Sebelum kita menyimpulkan apa gerangan nama kerajaan di Jawa Barat, ada baiknya jika melihat sebutan apa yang dikenal di luar Jawa Barat. Menurut berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), menyebut kerajaan yang berkuasa di Jawa Barat dan mengadakan hubungan dagang dengan Portugis “Regno de Cumba”  yang berarti kerajaan Sunda pada abad XVI. Demikian pula berita Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda sebagai daerah yang banyak menghasilkan lada. Juga dari beberapa sumber asli yang turut menyebutkan keberadaan kerajaan Sunda, sumber asli tersebut antara lain, adalah prasasti Rakryan Juru Pangambat tahun 932 M, ditemukan di desa Kebon Kopi Bogor, kutipannya yang berbunyi “memulihkan raja Sunda”. Sumber kesusastraan, Cerita Parahyangan akhir abad XVI menyebut Sunda sebagai nama kawasan. Demikian pula naskah Siksa Kanda ng Karesian tahun 1518 M, juga berita dari Cina zaman Dinasti Ming ( 1368-1643 M) menyebut adanya Sun-la. Dari bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Jawa Barat umumnya dikenal dengan nama Sunda. Sedang nama lain yang berhubungan dengan daerah ini adalah nama pusat kerajaan.
Menurut naskah Kropak 406, Maharaja Terusbawa digantikan oleh Maharaja Harisdarma kemudian Harisdarma berputra Rahyang Tamperan lalu Rahyan Tamperan berputra Rahyang Banga. Dalam Cerita Parahyangan disebutkan bahwa Rahyang Tamperan adalah anak Sanjaya maka dengan demikian, tokoh Harisdarma pada K.406 adalah Sanjaya pada Cerita Parahyangan. Dari berita itu dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara Harisdarma atau Sanjaya, Tamperan, dan Banga adalah hubungan darah. Sedang hubungan antara Harisdarma dengan Terusbawa adalah mertua dengan menantu. Terusbawa menurut K.406 ini tidak lain adalah tokoh Tohaan di Sunda menurut Cerita Parahyangan yang disebutkan menjadi mertua Sanjaya, Ia adalah penguasa Pakwan Padjajaran. Dan berita ini dapat diartikan bahwa masa pendirian Pakwan Padjajaran kira-kira sejaman dengan Galuh yaitu sekitar awal abad VIII M.
Pada tahun 723 M, ditemukan prasasti Canggal yang menceritakan kemenangan Sanjaya. Prasasti ini berbahasa Sansekerta, selain menyebut nama Sanjaya, prasasti ini juga menyebut Sanna dan Sannaha. Disebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Sanna adalah anak Mandiminyak dari hubungan gelap dengan Pwah Rababu istri dari Rahyang Sempakwaja. Rahyang Sempakwaja adalah kakak sulung Mandiminyak, raja Galuh. Dari hubungan itu lahirlah Sanna, rupanya Mandiminyak dari pernikahannya dengan sang permaisuri tidak memiliki putra mahkota lelaki, maka sepeninggal Mandiminyak ia digantikan oleh Sanna. Sedangkan, Sannaha adalah anak dari Mandiminyak dengan sang permaisuri. Dalam Cerita parahyangan disebutkan bahwa Sanna menikah dengan Sannaha dan dari pernikahan itu lahirlah Sanjaya. Cerita Parahyangan menghubungkan tokoh Sanjaya ini dengan pusat kerajaan Galuh, karena disitu dikatakan bahwa Sanna berkuasa di Galuh. Pada suatu ketika, terjadi rebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu raja Sanna. Sanna bersama keluarganya dibuang ke gunung Merapi hingga Sanjaya dewasa dan meminta perlindungan kepada saudara tua ayahnya di Denuh. Akhirnya Sanjaya bisa mengalahkan Rahyang Purbasora, sehingga dapat mengangkat dirinya sebagai raja di Galuh.
B.     Pusat kerajaan Pahajyan Sunda
Pada prasasti Sanghyang Tapak yang berbahasa Jawa Kuna dan hurufnya Kawi tahun 1030 M. dalam prasasti ini, nama tokoh yang disebut ialah Maharaja Sri Jayabhupati, sedangkan daerah kuasanya disebut Prahajyan Sunda. Prasasti ini juga menarik, karena gelar yang dipergunakan Jayabhupati ternyata sangat mirip dengan gelar raja Airlangga di Jawa Timur yang memerintah pada masa yang bersamaan pula. Tetapi, berdasarkan bahasa dan isi prasastinya itu sendiri, memang harus diakui bahwa tentulah ada hubungan tertentu antara Jawa Barat dan Jawa Timur pada waktu tersebut. Pernyataan Sri Jayabhupati berulangkali bahwa ia adalah “haji ri Sunda”, raja di Sunda, dapat dianggap sebagai usahanya untuk lebih meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai raja Sunda. Prasasti berbahasa Sunda pada umumnya tidak memuat kutukan yang demikian mengerikan, tetapi berisi harapan bagi mereka yang melakukan apa yang dianjurkan dan memperoleh kebahagiaan, sedangkan yang melanggarnya, celaka. Prasasti yang dikeluarkan oleh Jayabhupati sebenarnya disebabkan karena ia sadar, dirinya adalah seorang yang berbudaya lain ditengah penduduknya yang berbudaya Sunda. Prasasti itu menyebutkan, bahwa pada tahun 1030 M Jayabhupati membuat tepek (semacam daerah larangan) di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah larangan itu berupa sebagian dari sungai yang kemudian ditutup untuk segala macam penangkapan ikan. Sanghyang Tapak yang dimaksud pada prasasti itu, diduga tapak kaki yang ditemukan trepahat pada batu di puncak Gunung Perbakti, daerah Cicurug (Sukabumi).
Selanjutnya terbuka kemungkinan untuk menempatkan Sri Jayabhupati dalam suatu rangkaian kisah sejarah Sunda sebagai suatu kesatuan. Hal ini berarti bahwa prahajyan Sunda, kerajaan Sunda yang diperintah oleh Sri Jayabhupati itu merupakan suatu babak saja dari seluruh kisah kerajaan Sunda, jadi tidak merupakan suatu Negara atau kerajaan tersendiri. Menurut Cerita Parahyangan Rakeyan Darmasiksa sama dengan tokoh Sri Jayabhupati pada prasasti Sanghyang Tapak, maka dapat diduga bahwa pusat kerajaan Sunda pada masa pemerintahan Jayabhupati terletak di Pakwan Padjajaran, pusat kerajaan itu tidak lama kemudian berpindah lagi ke Kawali yang letaknya tidak jauh dari bekas pusat kerajaan Galuh pada masa Sanjaya.
Ditemukannya prasasti Horren menyebutkan bahwa penduduk kampung Horren merasa tidak aman karena ada kemungkinan datang musuh dari Sunda. Menurut Stutterheim, diduga prasasti ini berasal dari jaman Majapahit, maka sudah pasti prasasti itu berasal dari jaman setelah terjadinya peristiwa Bubat pada tahun 1357.
C.    Pusat Kerajaan Kawali
Pada jaman siapa pusat pemerintahan berpindah dari Pakwan Padjajaran ke Kawali, tidak dapat ditentukan dengan pasti. Menurut prasasti yang ditemukan di kampung Astanagede (Kawali) dapat diketahui bahwa pada masa pemerintahan Prabu Raja Wastu pusat kerajaan telah berada disitu. Dapat diperoleh keterangan bahwa Prabu Raja Wastu yang bertahta di kota Kawali dengan keratonnya bernama Surawisesa.
Prabu Raja Wastu pada prasasti Kawali ini merupakan tokoh yang sama dengan Rahyang Niskala Wastu Kancana, pada prasasti Batutulis dan Kebantenan yaitu kakek Sri Baduga Maharaja. Hal ini memberikan kemungkinan, bahwa Prabu Wastu memerintah di Kawali setelah meninggal kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Rahyang Ningrat Kencana pada prasasti Kebantenan atau Rahyang Dewa Niskala pada prasasti Batutulis. Dalam prasasti Kebantenan disebutkan bahwa Rahyang Ningrat Kencana adalah tokoh yang digantikan oleh Susuhunan di Pakwan Padjajaran, hingga dapat ditentukan bahwa Susuhunan adalah Sri Baduga Maharaja yang disebutkan dalam prasasti Batutulis.
Menurut prasasti Batutulis Rahyang Niskala Wastu Kencana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan Rahyang Dewa Niskala di Gunatiga. Namun, berita ini bertentangan dengan Cerita Parahyangan yang menyebutkan bahwa tokoh Dewa Niskala atau Ningrat Kencana ini tidak disebutkan namanya, tetapi dikatakan sebagai Tohaan di Galuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampai pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan Sunda masih terletak di Galuh tepatnya di sekitar kota kecil Kawali sekarang.
Menurut Pararaton, di tahun 1357 M terjadi peristiwa yang dikenal dengan Pasundan-Bubat, suatu pertikaian politik antara kerajaan Majapahit dan Sunda. Dari Cerita Parahyangan sudah jelas bahwa yang memerintah ketika itu ialah Prebu Maharaja, karena dikatakan memerintah selama tujuh tahun. dapat diperkirakan bahwa ia mulai menjadi raja pada tahun 1350 M, bersamaan dengan naik tahtanya Hayam Wuruk di Majapahit. Dalam pertempuran Bubat, hamper seluruh pasukan Sunda gugur. Cerita Parahyangan memberitakan bahwa sang raja masih mempunyai seorang anak yang dikenal dengan Niskala Wastu Kencana pada prasasti Kawali, Batutulis, dan Kebantenan. Ketika terjadi peristiwa Bubat, Wastu Kencana masih kecil sehingga pemerintahannya sementara diserahkan kepada pengasuhnya yaitu Hyang Bunisora.
Menurut Cerita Parahyangan dengan berpegang pada tahun 1579 yaitu tahun keruntuhan kerajaan Sunda, maka dapat ditentukan bahwa Hyang Bunisora memerintah selama 14 tahun, bukan enam tahun. adanya selisih tahun ini disebabkan karena perbedaan menafsirkan kata sadewisada yaitu lamanya masa pemerintahan raja Sunda terakhir Nusiya Mulya, yang seharusnya 12 tahun, menjadi 20 tahun. dengan demikian Hyang Bunisora memerintah pada 1357-1571 M.
Setelah dewasa Wastu Kencana menerima kembali tampuk pemerintahan dari Hyang Bunisora. Ia memerintah cukup lama yaitu 104 tahun, hal ini disebabkan karena Wastu Kencana selama memerintah selalu baik dalam menjalankan agama, serta memperhatikan kesejahteraan rakyat. Dibandingkan pemberitaan dengan raja-raja yang lain cukup menarik bahwa khusus tentang Prabu Niskala Wastu Kencana dalam Cerita Parahyangan menyediakan cukup banyak tempat dan isinya berupa pujian terhadap raja dan yang lain cukup satu atau dua kalimat saja.
Prabu Niskala Wastu Kencana memerintah selama 104 tahun (1371-1471 M), kemudian digantikan anaknya yang bernama Tohaan di Galuh ia memerintah selama tujuh tahun. ia memerintah tidak lama karena salah tindak jatuh cinta kepada wanita terlarang dari luar.
D.    Pusat Kerajaan di Pakwan Padjajaran
Ningrat Kencana atau Tohaan di Sunda digantikan oleh anaknya sendiri yaitu Sang Ratu Jayadewata menurut Cerita Parahyangan ia memerintah selama 39 tahun. pada prasasti Kebantenan, tokoh ini disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Padjajaran. Dalam prasati Batutulis disebut dengan nama Prabu Gurudewataprana, Sri Baduga maharaja Ratu Haji di Pakwan Padjajaran Sri Sang Ratu Dewata. Nama yang terakhir ini boleh dikatakan sama dengan yang sama-sama mengandung unsur dewata. Suatu hal yang menarik baik kraton Kawali maupun kraton Pakwan Padjajaran sama-sama mengandung arti sura, suatu hal yang masih dilanjutkan pada nama kraton Banten yaitu surasowan Surakarta atau Jayakarta suatu tempat yang sebelum jatuh ke tangan Islam bernama Sunda Kelapa.
Menurut Cerita Parahyangan, Sang Ratu Jayadewata menjalankan pemerintahannya berdasarkan kitab-kitab hukum yang berlaku, sehingga pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Pada masanya sudah ada penduduk kerajaan Sunda yang beralih agama. Berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), di Cimanuk kota pelabuhan yang sekaligus menjadi batas kerajaan Sunda disebelah timur banyak dijumpai orang Islam. Tetapi menyebarnya pengaruh Islam ini sudah diperhitungkan juga oleh Ratu Jayadewata.
Oleh berita Portugis pada tahun 1512 M dan 1521 M, Ratu Samiam atau Sanghyang dari kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka. Tetapi, ketika pada tahun 1522 M Hendrik de Leme memimpin perutusan Portugis ke Sunda yang beribukota di Dayo (kota), Ratu Samiam sudah berkuasa disana sebagai raja. Jika dikaitkan dengan Cerita Parahyangan, maka berarti bahwa Ratu Samiam nama lain dari Prabu Surawisesa, seorang raja yang gagah dan berani, yang menggantikan Sang Ratu Jayadewata dan memerintah selama 14 tahun (1521-1535 M). Ketika Prabu Ratudewata naik takhta masa pemerintahannya merupakan masa yang penuh derita.
Jatuhnya Sunda Kalapa, pelabuhan terbesar kerajaan Sunda ke tangan pasukan Islam pada tahun 1527 M, telah menyebabkan terputusnya hubungan antara pusat kerajaan Sunda yang terletak dipedalamn dengan daerah luar. Bala bantuan Portugis tidak pernah bisa sampai ke Dayo karena keadaan pada waktu itu tidak memungkinkan. Jalan niaga kerajaan Sunda satu-persatu jatuh ketangan Islam, sehingga raja hanya bisa bertahan di pedalaman. Prabu Ratu Dewata yang menggantikan Surawisesa, malah hidup sebagai raja pendeta dan tidak menghiraukan kesejahteraan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya terjadi serangan-serangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Raja yang kemudian menggantikannya Sang Ratu Saksi (1543-1551 M), adalah seorang yang kejam dan Cuma main perempuan saja. Demikian pula penggantinya, Tohaan di Majaya (1551-1567 M), ia malah memperindah keratin, mabuk-mabukan, berfoya-foya serta melupakan tugasnya sebagai raja. Maka pada masa pemerintahan Nusya Mulya, raja terakhir, Negara pun sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Kerajaan Sunda dikalahkan oleh Islam pada akhir masa pemerintahannya.
2.      Struktur Kerajaan dan Birokrasi
Menurut catatan perjalanan Tome Pires dan sebuah naskah yang berasal dari tahun 1518 M yaitu, Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Maka berdasarkan bahan-bahan yang ada itu, barangkali dapatlah disusun struktur kerajaan Sunda pada masa itu sebagai berikut. Ditingkat pemerintahan pusat, kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, raja dibantu oleh mangkubumi yang membawai beberapa orang nu nangganan. Disamping itu, terdapat pula putra mahkota, yang akan menggantikan kedudukan sang raja, jika raja meninggal dunia atau mengundurkan diri untuk mengurus daerah-daerah yang luas, raja dibantu oleh beberapa orang raja daerah. Raja-raja daerah itu dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari bertindak sebagai raja yang merdeka, tetapi mereka tetap mengakui raja sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran atau Dayo sebagai junjungan mereka. Dalam keadaan raja tidak meninggalkan pewaris tahta, maka salah seorang raja dari daerah-daerah itu dapat dipilih untuk menggantikan kedudukan sang raja sebagai raja besar dan bertahta di Pakwan Pajajaran. Sementara itu, untuk mengurus masalah yang langsung berhubungan dengan perniagaan, dikeenam buah bandarnya, raja di wakili oleh syah Bandar, yang bertindak untuk dan atas nama raja sunda di daerah yang mereka kuasai masing-masing. Struktur kerajaan yang seperti itu, rupanya yang paling sesuai dengan kodrat Kerajaan Sunda.
3.      Kehidupan Masyarakat Sunda
A.    Masyarakat Ladang
            Menurut naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, memberikan keterangan cukup jelas tentang keadaan kelompok-kelompok masyarakat  kerajaan Sunda pada masa itu. Keadaan kelompok-kelompok itu tidak disebutkan berdasarkan katajenjang (hierarki) di dalam sistem birokrasi pemerintahan, tetapi pembagiannya berdasarkan fungsi yang dimiliki masing-masing kelompok itu, adanya kelompok ekonomi yang kemudian terbagi lagi kedalam beberapa golongan. Golongan tersebut dapat dibedakan seperti.
a). Kelompok masyarakat berdasarkan ekonomi yaitu : orang utas, pelukis, pandai tembaga, pandai mas, pandai gelang, pandai besi, pembuat wayang, penabuh gamelan, pembuat gamelan, penari, badut, dll.
b). Kelompok masyarakat yang bertugas sebagai alat negara yaitu : mantri, penjaga keamanan, prajurit, tentara, pemerang, dan jabatan dibawah mangkubumi.
c). Kelompok rohani dan cendekiawan terdiri dari memen (dalang) yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna yang mengetahui berbagai macam lagu dan nyanyian, hempul yang mengetahui berbagai macam permainan, prepantun yang mengetahui berbagai macam macam carita pantun.
            Semua kelompok masyarakat yang disebutkan diatas, di dalam melaksanakan darma atau tugas masing-masing sesuai dengan fungsinya, disebut ngawakkan tapa di nagara ( melaksanakan tapa ditengah negara). Pada masa kerajaaan Sunda juga sudah terdapat orang-orang yang memperoleh penghasilan yang tidak disukai masyarakat umumnya. Pekerjan itu antara lain merogo, mencopet, merebut, merampas, memasuki rumah orang, dan membegal. Matapencarian seperti itu disebut cekap carut, sesuatu yang pantang diturut, dan hal-hal seperti itu disebut sebagai guru nista, yaitu hal-hal yang dianggap sangat nista atau hina.
            Kerajaan Sunda adalah sebuah negara yang umumnya hidup dari pertanian terutama dari perladangan. Bukti-bukti atau petunjuk tentang masyarakat ladang ini, ditemukan dalam sumber-sumber sastra tulis maupun sastra lisan. Kehidupan diladang akan membentuk  manusia ang berwatak masyarakat ladang. Ciri yang menonjol masyarakat ini ialah selalu berpindah tempat, yang secara langsung turut memberi pengaruh terhadap bentuk bangunan tempat yang mereka tinggali. Masyarakat lading biasanya bertempat tinggal di ladangnya masing-masing, sehingga mereka hidup terpencil dari peladang lain yang menjadi tetangganya. Kerajaan Sunda mempunyai enam buah Bandar yang cukup ramai dan penting. Melalui keenam Bandar itulah dilakukan usaha niaga dengan daerah atau negara lain. Barang-barang dagangan yang merupakan sumber penghasilan kerajaa sunda pada umunya berupa bahan makanan dan lada.  Bandar-bandar kerajaan sunda oleh Tome Pires digambarkan sebagai berikut :
1        Banten , merupakan sebuah kota niaga yang baik, terletak di tepi sebuah sungai. Kota itu dikepalai oleh seorang syahbandar. Wilayah niaganya mencapai Sumatra dan Maladewa.
2        Pontang, merupakan sebuah kota yang besar, jalur niaga dan barang-barang yang diperdagangkan beras, makanan dan lada.
3        Cigede, juga sebuah kota yang besar. Perniagaan dari Bandar ini dilakukan dengan Priaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dll.
4        Tamgara, yang juga termasuk kota yang besar. Barang niaganya sama seperti Bandar-bandar diata.
5        Kalapa, merupakan kota yang sangat besar, adalah pelabuhan kerajaan Sunda yang terpenting dan terbaik. Hubungan niaganya juga lebih luas, antara lain dengan Sumatra, Palembang, Lawe, Tanjungpura, Malaka, Makasar, Jawa dan Madura.
6        Cimanuk, merupakan pelabuhan kerajaan sunda yang paling timur, sekaligus menjadi batas kerajaan. Walaupun Bandar ini dikatakan sebagai sebuah Bandar yang besar dan cukup ramai, tetapi juga tidak dapat merapat. Di Bandar ini sudah banyak berdiam orang-orang  yang beragama islam, walaupun syahbandarnya sendiri masih seorang yang beragama sunda.
            Agama dan Budaya
            Agama dan budaya yang berkembang di kerajaan Sunda sangat identik dengan kebudayaan hindu. Pengaruh hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di dalam naskah sawakandarma yang juga disebut serat dewabuda yang berasal dari tahun 1357 kasa atau 1435 M, masih kita temukan nama-nama para dewa agama hindu seperti Brahma, Wisnu, dan lain-lain. Menurut naskah Sanghyang Siksa, pada masa kerajaan Sunda yang berlangsung sejak awal abad 8 hingga  menjelang akhir abad ke 16 M, kehidupan keagamaan kerajaan Sunda itu bercorak Hindu-Buddha yang telah berbaur dengan unsur agama leluhur sebelumnya. Sementara hasil kebudayaan yang berkembang pada masa itu diantaranya seni sastra, lukis, ukir, gamelan, dan sebagainya.
































pemikiran-pemikiran politik yang paling berpengaruh

MAKALAH
Pemikiran-Pemikiran Politik Paling Berpengaruh
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Politik
Dosen pengampu: Drs. Badrun Alaena, M.SI



Disusun oleh:
1.    Irfan Khanifudin
2.    Nafi’ Rotus Sholikah




PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pemikiran politik merupakan bidang kajian ilmu politik yang cukup penting. Kajian pemikiran politik memfokuskan pada penyelidikan pemikiran-pemikiran dari tokoh politik, filsuf politik, maupun kelompok sosial yang berpengaruh melalui ide-ide politiknya. Pemikiran politik berkaitan erat dengan sejarah, filsafat politik, dan hal-hal yang nilai, norma, etika, moralitas, dan idealisme politik.
Pemikiran politik terdiri dari elemen-elemen ide, obsesi, potensi intelektual, dan sosialisasi politik, yang merupakan representasi realitas lingkungan sosial mengenai masalah Negara, masyarakat, dan kekuasaan. Menurut Alfian (1986) potensi intelektual yang dimiliki seseorang memengaruhi pemikirannya, dan juga proses sosial yang pernah diterima dari pengalaman kehidupan dan lingkungannya, misalnya lingkungan keluarga, pendidikan, atau organisasi sosial-politik yang pernah diikutinya. Singkat kata, disamping faktor kecerdasan, corak pemikiran seseorang juga banyak dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang pernah didapatkannya dari lingkungan.
Pemikiran politik mengalami perjalanan sejarah yang panjang dan tiap-tiap sejarah menunjukkan suatu gagasan yang berbeda. Berabad-abad lamanya manusia mulai berpikir tentang dunia, termasuk politik, Negara, dan hukum. Pemikiran itu mengiringi lahirnya peradaban-peradaban yang muncul.

B.  Rumusan Masalah

a.    Bagaimana pemikiran politik pada masa yunani kuno?
b.    Bagaimana pemikiran politik pada masa romawi kuno?
c.    Bagaimana pemikiran politik zaman pertengahan?
d.   Bagaimana pemikiran politik modern?




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Yunani Kuno
a.      Negara kota Yunani
Di era Yunani kuno, tepatnya di Athena, kesadaran masyarakat tentang mengizinkan warga negaranya untuk mengeluarkan pendapat tentang negara dan kekuasaan secara kritis telah terjadi. Kesadaran masyarakat semacam itu mula-mula dimulai oleh beberapa faktor kejadian, misalnya sifat agama yang tidak mengenal Tuhan, juga ada faktor yang lain misalnya, keadaan geografis negerinya yang membuatnya mengarah kepada perdagangan dan kolonisasi.
Tradisi berpikir filsuf telah lama terjadi. Milite, salah satu Koloni Yunani, adalah tempat lahirnya filsafat. Berawal dari munculnya pertanyaan yang kosmologis, tentang bangun dan susunan alam semesta. Setelah meniggalnya pericles pada tahun 429 M, di Athena mulai muncul filsafat yang radikal, dan demokrasi mulai menjadi masalah banyak orang yang membutuhkan pemecahan bersama. Dari sinilah muncul para filsuf besar. Para pemuda mengigninkan jawaban yang bijak tentang masyarakat dan negara.
Demokrasi mencapai puncak perkembangannya di Athena selama abad ke-5 SM. Unit pemerintahan yang dikenal pada saat itu adalah apa yang ada dalam sejarah politik disebut sebagai”Negara kota” atau “polis”. Sebuah organisasi politik yang unik dan tak ada padanannya di masa modern. Di Yunani ada ratusan polis dengan berbagai ukuran dan bentuk pemerintahan, akan tetapi, yang paling dikenal karena kemajuannya adalah Athena.[1]
b.      Socrates
Socrates memang tak memberikan sumbangan langsung bagi pemikiran politik. Dia lebih banyak tertarik pada individu dan hanya secara insidential memiliki ketertarikan pada masalah negara sebagai lembaga politik. Sumbangannya secara langsung pada masalah filsafat pemerintahan ada tiga hal. Pertama, tegaknya material secara induktif. Upaya Socrates untuk mencurahkan perhatiannya pada perkembangan metodologi atau model prosedural untuk mencapai kebenaran sampai pada ditemukan metode definisi atau dialektika dalam hal pengujian secara kritis terhadap kebenaran opini.
Melalui proses Tanya jawab secara terus- menerus, dia berupaya untuk menembus esensi atau hakikat subjek, seperti keadilan atau kebebasan, untuk sampai definisi yang universal. Kedua, formulasi doktrin bahwa kebaikan adalah pengetahuan. Menurutnya, orang yang baik adalah orang yang mengetahui, sedang yang bodoh adalah orang yang berdosa. Pengetahuan yang benar akan membimbing pada tindakan yang benar, tindakan yang jahat adalah akibat dari wawasan yang kurang baik. Ketiga, ajaran tentang moral. Menurutnya, ada ukuran objektif tentang baik-buruk, indah-jelek, dan sebagainya. Itu semua dapat ditemukan karena sukma manusia mempunyai bagian dalam yang umum. Socrates menegaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang beragam di berbagai wilayah Negara. Dia menegaskan pula bahwa norma-norma kebenaran itu bebas dan penting untuk opini individu.
Kaitanya dengan negara, Socrates mengatakan bahwa Negara tidak boleh dipandang sebagai ciptaan manusia, tetapi sebagai keharusan yang objektif, yang asal mulanya berpangkal dari diri manusia. [2]
c.       Plato
Plato berusia 29 tahun pada saat Socrates dihukum mati. Plato menulis kumpulan “epistles” dan sekitar 25 dialog filsafat dengan gurunya. Plato juga mendirikan sekolah filsafat di hutan kecil.
Filsafat plato tentang politik dapat diringkas menjadi beberapa hal:
1.      Kebijakan adalah pengetahuan
Dalam hal ini ada 3 konsep yang harus di pahami. Yaitu, kebenaran harus objektif dan tidak berubah agar kita bisa mencapai pengetahuan mengenainya, kedua, karena kebijakan disamakan dengan pengetahuan, orang yang mengetahui harus diberi peran menentukan dalam urusan publik. Ketiga, negara harus berperan aktif dalam mendidik rakyatnya.
2.      Ketidaksetaraan antar manusia.
Bagi Plato, tidak ada kesetaraan idealitas di kalangan manusia untuk menghargai bakat dan kemampuan. Dia berpandangan bahwa alam membuat kemampuan manusia berbeda.
3.      Negara sebagai alamiah.
Bagi Plato, Negara dianggap sebagai keinginan dari tiap-tiap individu. Negara dianggap muncul karena keinginan manusia. Jadi asal mula negara terletak dalam kebutuhan dan keinginan manusia.
4.      Tujuan Negara
Tujuan Negara menurut Plato, adalah untuk kesejahteraan bersama. Kata Plato, “ tujuan kita menegakkan Negara bukanlah ketidakseimbangan kebahagiaan kelas tertentu, melainkan demi kebahagiaan buat semua”.[3]
d.      Aristoteles
Aristoteles adalah murid Plato, yang belajar di sekolah filsafatnya. Aristoteles sangat tertarik untuk memerhatikan perubahan atau proses alam. Filsafatnya, adalah ajaran tentang kenyataan atau ontologi, suatu cara berpikir realitas. Dalam sejarah pemikiran filsafat, Aristoteles dikenal sebagai peletak ilmu logika. Dia menunjukkan sejumlah hukum yang mengatur kesimpulan-kesimpulan atau bukti-bukti sah. Filsafatnya tentang manusia mengatakan bahwa “bentuk” manusia terdiri atas jiwa yang mempunyai bagian seperti tanaman. Tentang negara, ia mendefinisikan negara sebagai” komunitas keluarga dan kumpulan keluarga sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan.[4]
B.  Pemikiran Politik Romawi Kuno
Dalam sejarah pemikiran politik, Romawi dapat dikatakan membawa gagasan yang merupakan transisi dari era Yunani Kuno menuju pemikiran Eropa Barat era modern. Periode Romawi dikenal bukan karena teori politiknya, tetapi karena hukumnya, dan hal tertentu juga karena administrasinya. Di bidang inilah Romawi meninggalkan warisanya pada dunia Barat
1.      Cicero
Pemikirannya tentang hukum dan negara telah dimulai sejak abad pertama sebelum masehi. Cicero memiliki dua karya yaitu De Republica dan De legibus berisi tentang negara dan undang-undang. Cicero menganggap bahwa negara itu sangat perlu dan harus didasarkan pada budi manusia. Mengenai bentuk pemerintahan, Cicero pun menganjurkan suatu bentuk yang merupakan gabungan dari ketiga bentuk pemerintahan. Namun, tiap penduduk harus mengambil bagian dalam pemerintahan. Tetapi, demokrasi akan menghadapinya sebagai lawan. Dalam praktiknya Cicero tetap tidak menyukai demokrasi. Alasannya , demokrasi dianggap menempatkan orang pada level yang sama dan tidak mengakui adanya pembedaan pangkat.
Pandangan Cicero tentang kesetaraan manusia jauh lebih maju dibandingkan pemikir Yunani. Plato dan Aristoteles, misalnya mengawali dengan perbedaan kelas dan mengiyakan alamiah. Sedangkan bagi Cicero, perbedaan dan ketidaksetaraan kelas justru bertentangan dengan nalar alam. Cicero menganggap bahwa manusia bisa berbeda dalam hal pengetahuan, namun sama dalam hal kapasitasnya untuk mendapatkan pengetahuan.[5]
2.      Seneca
Anggapannya tentang negara agak berbeda dari kaum Platonis, ia menganggap bahwa negara adalah lembaga masyarakat yang meupakan hasil samping dari dosa. Negara dan hukum manusia merupakan intitusi konvensional yang diperlukan karena adanya sifat manusia yang jahat dan bukannya karena kondisi alamiah mencapai kemajuan yang ideal.
Konsep penting tentang politik yang juga berpengaruh dari Sineca adalah konsep tentang dua pesemakmuran (commonwealth): satu, negara politik dengan pemerintah dan institusi hukumnya; yang lain masyarakat universal, persaudaraan manusia, yang ikatan-ikatannya lebih bersifat moral dan etis daripada legal dan politis. Masyarakat universal harus selalu menolak tuntutan-tuntutan dari Negara politik yang ikut campur dalam domainnya.
C.    Pemikiran Politik Zaman Pertengahan
1.      St. Augustine (334-430)
Augustine dianggap sebagai pencipta secara garis besar alam pikiran Zaman Pertengahan dari alam pikiran Kristen dan zaman kuno. Termasyhurnya Augustine dibentuk oleh sejarah di Romawi. Pemikirannya mampu menyelamatkan kondisi Romawi sekaligus kekuatan gereja yang dirongrong oleh situasi politik yang kacau.   
Hanya kekuatan gereja dengan organisasinya yang kian tumbuh meluas, dengan administratornya yang terlatih, dan semangatnya yang menyala yang mengisi kekosongan yang disebabkan oleh kekuasaan politik di Barat. Inilah kesempatan bagi Kristen untuk tampil ditengah-tengah masyarakat manusia. Augustine melontarkan pikiran politik keagamaan yang membangkitkan, melalui karya besarnya yang berjudul “The City of God (Civitas Dei)”. Sementara itu, dua belas bab terakhir buku tersebut melontarkan pandangannya tentang masyarakat, tentang Negara politik dalam konteks yang lebih luas mengenai hubungan Tuhan dengan kemajuan dan tahapan tertinggi manusia.
Pemikiran St. Augustine memang merupakan cenderung memasukkan nilai-nilai supranatural ke dalam nilai-nilai duniawi. Ia menafsirkan dan memodifikasi kekuatan-kekuatan besar intelektual dan budaya dalam sinaran wahyu Kristen. Aspek sangat penting dari pemikiran Augustine lainnya adalah dasar teologis yang diberikannya pada wilayah hak-hak manusia.[6]
2.    Thomas Aquinas (1225 – 1274)    
Thomas menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah binatang social dan politik. Menusia saling memenuhi satu sama lain, dan untuk mencapai tujuannya, manusia harus menggunakan akal pikirannya yang telah diberikan oleh alam. Thomas membicarakan tiga macam hukum dan hubungan yang terdapat di antara hukum-hukum itu:
a.    Hukum Abadi (Lex Aeterna) atau kebijaksanaan ilahi sejauh merupakan dasar segala penciptaaan.
b.    Hukum Kodrat (Lex Naturalis) adalah dasar semua tuntutan moral. Dengan demikian, ia pada akar hukum moral menolak segala paham kewajiban yang tidak dapat dilegitimasikan secara rasional dari kebutuhan manusia yang sebenarnya.
c.    Dari prinsip diatas, ia menerapkan dalam hukum buatan manusia (Lex Humana). Hukum manusia hanya berlaku jika menurut dua dimensinya berdasarkan Hukum Kodrat, isinya harus sesuai dengan Hukum Kodrat, dan pihak yang memasang hukum itu memiliki wewenangnya berdasarkan Hukum Kodrat.
Itulah pandangan Thomas Aquinas yang menginginkan bahwa kekuasaan harus memiliki legitimasi etis. St. Thomas Aquinas tak pernah menjelaskan bagaimana bimbingan gereja terhadap Negara dijalankan secara kelembagaan bentuk pemerintahan terbaik menurutnya adalah monarki (kerajaan). Selain St. Augustine, Thomas Aquinas, Dante yang cenderung sangat gerejawi. Ada beberapa nama yang layak dicatat disini:
-          Marsilius dari Padua (1270-1340) ia mengadopsi definisi Aristoteles mengenai kewarganegaraan sebagai “setiap orang yang berpartisipasi dalam komunitas sipil, dalam dewan atau lembaga, menurut jabatannya”.
-          John Wycliffe (1320-1384), menurutnya kekuasaan ketuhanan dilaksanakan atas manusia tidak dengan perantara, tetapi secara langsung.
-          Jean Gerson (1363-1429), baginya konsili adalah kekuasaan tertinggi. Gerson ingin mengatur hak-hak Paus, raja dan rakyat dalam bentuk konstitusi.
-            Nicolas Cusa (1401-1464), menurutnya seorang pejabat negara harus melaksanakan undang-undang dan mereka harus terikat dengan undang-undang itu.
Pemikiran-pemikiran dinamis semacam inilah yang mempengaruhi pemikiran politik dikalangan pengikut dan tokoh Kristen. Intinya adalah bahwa mereka telah melihat pemerintahan dan Negara yang terlalu didominasi gereja justru tidak memberi ruang demokrasi bagi masyarakat, serta tidak memberikan kesejahteraan umum. [7]
D.  Pemikiran Politik Zaman Modern.
1.      Reformasi Martin Luther
Martin Luther tidak puas dengan hierarki gereja dan hukum gereja. Mula-mula Luther mengajarkan bahwa kaum Kristen boleh membela diri terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang. Jika kaisar melanggar undang-undang, baginya rakyat tak usah mematuhinya. Dia menganggap bahwa Negara harus menentukan batas-batas kesabaran dan harus membrantas bid’ah. Menurutnya, Negara adalah suci, raja-raja hanya bertanggung jawab pada Tuhan. Kekuasaan Negara lebih tinggi daripada kekuasaan gereja dan hak yang berasal dari Tuhan.[8]   
2.      John Calvin (1509-1564)
Ia merupakan pengikut Luther, tetapi dalam pandangan pilitiknya tidak konservafif. Calvin setuju dengan pandangan Luther mengenai ordinasi ketuhanan mengenai kekuasaan sekuler serta keharusan untuk tunduk secara pasif pada otoritas semacam ini. Ia ingin menjembatani pertentangan dialektik antara masyarakat agama dan masyarakat sekuler  dan membangun kembali status moral tatanan politik tanpa menjadikannya tampak sebagai pengganti bagi masyarakat religious.
Negara berfungsi sebagai instrument untuk membangun kerajaan Tuhan. Ia menjadikan Negara sebagai agen sejati dari kekuasaan agama dan menggabungkan dua kekuasaan ditangan yang sama, hanya saja dalam kasus ini kekuasan itu ada ditangan agama bukan Negara.[9]
3.      Monarchomachs
Istilah “monarchomachs” yang berarti ‘pembantah raja’. Salah stu yang mereka persoalkan adalah hubungan antara gereja dan Negara. Pada tahun 1579, karya mereka Vindiciae contra tyrannos atau Grounds of Rights againts Tyrants. Dalam buku ini berpegang pada teori bahwa penguasa sekuler, meskipun kedudukannya adalah kedudukan yang suci, kekuasaannya secara langsung berasal dari rakyat dan karenanya bertanggung jawab kepada mereka. [10]
4.      Noccolo Machiavelli (1469-1527)
Menurut kaum moralis, ia dicela sebagai guru politik yang mengajarkan muslihat, penipuan, dan penghianatan, serta kejahatan. Dia juga dianggap penggagas totalitarianism politik modern.
Niccolo Machiavelli lahir di Florence, Italia, 3 Mei 1469 dan meninggal pada 21 Juni 1527 saat ia berumur 58 tahun. Seorang ahli teori, utamanya dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa semasa hidupnya. Tentu karena ia bukan hanya seorang pemikir, melainkan juga seorang praktisi politik. Machiavelli berpandanagn bahwa agama dan politik tidak boleh saling dikaitkan. Baginya, kekuasaan dan Negara hendaknya dipisahkan daari moralitas dan Tuhan. Kekuasaan sebagai tujuan bukan instrument untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas dan agama. Ia memang ahli dan filsuf politik pertama yang mendiskusikan fenomena social politik tanpa merujuk pada sumber-sumber etis ataupun hukum. Hal itu merupakan pendekatan dalam ilmu politik yang untuk pertama kalinya dalam sejarah ilmu dan teori politik bersifat murni ilmiah terhadap gereja kekuasaan. Dapat dikatakan bahwa pengaruh pemikirannya dipengaruhi oleh perkembangan politik yang dilihatnya.   [11]
5.      Jean Bodin (1530-1596)
Jean Bodin adalah seorang pengacara dan sarjana hukum dari Toulouse, yang pada 1551 datang di Paris dan tinggal di dekat istana. Dalam karyanya yang untuk masanya cukup aneh “Heptaplomeres” ditegaskan dalam karya itu bahwa tujuh organisasi gereja mendapat hak sepenuhnya untuk berdiri, asal saja mereka tidak melanggar undang-undang Negara. teori kedaulatan yang dibangun atas pemahamannya tentang Negara yang didefinisikan sebagai “pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan yang berdaulat”. Bodin menganggap bahwa Negara mempunyai asal usulnya dalam kekuatan dan kekerasan. Disinilah, ia mengatakan bahwa elemen yang membedakan Negara dari semua bentuk asosiasi manusia yang lain adalah kedaulatan. [12]
6.      Hugo Grotius (1583-1645)
Hobbes dilahirkan di Malmesbury (Inggris) pada tahun 1588. Ia menuliskan dua buku yang membuatnya sangat terkenal sebagai pemikir politik, Negara, dan hukum, yaitu De Cive (tentang warga Negara) pada tahun 1642 dan Leviathan (1651). Bagi Hobbes keberadaan Negara itu seperti dia, yang memiliki kekuatan memaksa, menghukum, dan membuat orang harus patuh padanya. Oleh karenanya, Negara harus kuat sepertinya, tak boleh lemah. Jika Negara lemah , akan timbul konflik dan guncangan, anarki, perang sipil di dalam, dan membuat kekerasan tak mempu mengendalikan pertengkaran antara umat menusia yang memiliki kepentingan.  [13]
7.      Thomas Hobbes (1588-1679)
Locke dilahirkan di sekitar Bistol sebagai anak seorang sarjana hukum. Dibidang politik, Locke adalah pelopor banyak gagasan liberal yang pada masa selanjutnya, terutama di abad 18 berkembang pesat. Dialah pemikir pertama yang menggagas prinsip pembagian kekuasaan yang ditegaskan Montequieu. Locke melontarkan bahwa kekuasaan legislative dan eksekutif harus dipisahkan jika ingin menghindari terjadinya kezaliman kekuasaan. Untuk menciptakan undang-undang dan raja atau pemerintah harus menerapkannya. Dari situ Locke merupakan pemikir yang mencita-citakan persamaan karena antar-manusia merupakan hukum kodrat yang membedakan secara signifikan keadaan alamiah dan keadaan perang. Menurut Locke manusia ketika lahir memiliki kebebasan dan hak asasi. Pengakuan hak asasi manusia (HAM) dan kekuasaan hukum adalah dua macam perjanjian masyarakat, yaitu mengacu pada perjanjian antar-individu untuk membentuk negara dan bersama-sama menyerahkan hak untuk mempertahankan kehidupan dan hak untuk menghukum yang bersumber dari alam. [14]
8.      John Locke (1632-1704
Ajaran Locke tentang negara mempunyai pengaruh yang sangat besar di berbagai belahan dunia. Konsep government by consent of the people (pemerintahan berdasarkan persetujuan rakyat) dan paham kepercayaan (trust) rakyat kepada pemerintah sebagai dasar legitimasinya termasuk paham-paham dasar ilmu politik modern. Kekuasaan tidak lagi dapat menghindari pertanggungjawaban dengan menggunakan argumen bahwa ia hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Dengan demikian, Locke mengaitkan kembali wewenang pemerintahan pada “delegation”, pada penyerahan pemerintahan itu oleh mereka yang diperintah. Locke membongkar dasar dari klaim raja bahwa kekuasaan mutlak dan tidak terbatas.
Kekuasaan politik, menurut Locke, adalah suatu keadaan alamiah (state of nature) yang di dalamnya terdapat hukum alam yang tidak lain adalah hukum Tuhan yang mengatur keadaan alamiah. Keadaan alamiah ini mendahului eksistensi negara. Dalam keadaan alamiah, manusia itu sama dalam pengertian bahwa semua memiliki hak yang sama untuk mempergunakan kemampuan mereka. Manusia secara alamiah sebenarnya baik. Oleh karena itu, keadaan alamiah tampak sebagai “a state of peace, good will, mutual assistance, and preservation”. Hak dasar terpenting manusia adalah hak atas hidup dan hak untuk mempertahankan diri. Dengan demikian, manusia dalam keadaan alamiah sebenarnya sudah mengenal hubungan-hubungan sosial. Pandangan Locke yang sangat positif dalam memandang state of nature manusia ini sangat berbeda dengan pendahulunya, yakni Thomas Hobbes yang penuh curiga terhadap state of nature manusia.[15]
9.      Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu menetapkan dua prinsip penting dalam teori politik. Pertama semua masyarakat bersandar pada solidatitas kepentingan, kedua adanya suatu masyarakat bebbas hanyalah di atas dasar penggabungan keutamaan warga negara, seperti Rebulik masa lampau.
Kedua, sejarah kebesaran dan ejatuhan Romawi (Considations on the greatness and decline of the Romans). Buku yang kedua ini adalah sebuah karangan pendek bersifat sementara yang diterbitkan di Belanda
tahun 1734, juga secara anonym. Namun, akhirnya bisa beradar secara bebas di Prancis. Walaupun buku ini kurang terkenal, pembahasannya tentang sejarah kekaisaran Romawi merupakan dokumen sejarah paling lengkap tentang masyarakat politik. Studinya tentang masalah ini membawanya pada konsep yang dikembangkan dalam The Spirit of Laws.
Ketiga, karya besar Montesquieu adalah semangat hukum (The Spirit of Laws). Tidak seperti dua karyanya terdahulu, pemikiran Montesquieu dalam The Spirit of Laws memberikan alternative-alternatif politik yang masuk akal, yaitu:
1. Hukum dan bentuk pemerintahan ditentukan oleh banyaknya orang yang berkuasa dan prinsip nilai yang digunakan.Pemerintahan dibagi menjadi tiga macam: republik, monarki, dan depotis.
2. Kondisi di atas mempengaruhi gagasannya tentang
Trias Politica yang memisahkan kekuasaan Negara dalam tiga bentuk kekuasaan (eksekutif, legistif, dan yudikatif).
3.
Dua factor utama yang membentuk watak masyarakat, yaitu secara fisik dan mental. Faktor moral juga berpengaruh penting terhadap agama, kebiasaan, ekonomi, dan perdagangan.
10.  Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
1. State of nature manusia dalam pandangan Rousseau
Rousseau berpendapat bahwa manusia mempunyai keadaan alamiah atau keadaan azali dalam dirinya sebagai suatu individu yang bebas atau merdeka tanpa adanya suatu intervensi atau paksaan dari manapun . meskipun mempunyai kebebasan yang mutlak, manusia tidak ingin atau memiliki keinginan untuk menaklukan sesamanya karena manusia alamiah bersifat tidak baik maupun tidak buruk. Mereka hanya mencintai dirinya sendiri secara spontan dan berusaha untuk menjaga keselamatan dirinya dan memuaskan keinginan manusiawinya.
Menurut Rousseau, manusia abad pencerahan sudah mengubah dirinya menjadi manusia rasional. manusia rational hanya mementingkan faktor material untuk memenuhi kebutuhan dirinya. faktor-faktor non-materail berupa perasaan dan emosi mengalami pengikisan yang berakibat manusia seolah-olah hanya bergerak menurut rasionya saja.. Abad Pencerahan menurut Rousseau adalah abad pesimisme total. Pemikir-pemikir pencerahan, perkembangan teknologi dan sains menyebabkan dekadensi moral dan budaya. Akibatnya, manusia menjadi rakus dan tamak sehingga terjadi kerusakan dan penghancuran besar-besaran bagi keberlangsungan manusia, baik itu alam maupun manusianya sendiri. Oleh sebab itu, Rousseau berpikir bahwa manusia seharusnya kembali pada kehidupannya yang alamiah yang memiliki emosi dan perasaan untuk mencegah dan terhindar dari kehancuran total.[16]
11.  Hegel (1770-1831)
Filosofi Hegel ini sangat menerapkan dan mendiskripsikan demokrasi di tengah maraknya anti-demokrasi pada saat itu. Hegel ini sendiri bercermin dari apa peristiwa revolusi Perancis membuahkan tiga kunci utama filosofi Hegel yakni; Spirit, Freedom and Sociality (Klikauer 2012, 654). Hegel dalam filosofinya jelas menerangkan bahwa ketiga kata kunci tersebut sangat berkaitan erat dengan hak Individu. Hegel menerangkan konsep freedom atau kebebeasan yang ia tekankan bukan merupakan pilihan atau opsi yang diberikan oleh negara melainkan memang telah menjadi hak dari setiap Individu tersebut.
Bagi hegel, politik dikomplementasikan sebagai mode pikiran yang sifatnya absolut laiknya sebuah seni, filosofi, maupun agama. Penjabaran politik oleh Hegel sendiri tidak secara spesifik mengarah pada perjanjian-perjanjian politik, tetapi lebih kepada relasinya dengan berbagai isu-isu yang banyak berkembang.Selama masa ajaran di Berne, pemikiran Hegel banyak terpengaruh oleh pemikiran Immanuel Kant, atau yang lebih dikenal dengan filosofi Kantian, tentang semangat kebebasan. Baik dalam permasalahan ekonomi dan politik yang didalaminya, Hegel ‘menyerang’ sistem-sistem feodalisme beserta struktur oligarki di Bernese Administration yang menyerukan tentang persamaan hak individu. Sementara, dalam negara sendiri yang dianggap Hegel sebagai sebuah organ politik, tidak terdapat a pembagian kekuasaan, dimana penyerapan fungsi legislasi dan yudikasi berada dibawah otoritas eksekutif.[17]

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa banyak pemikiran- pemikiran yang berpengaruh di zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan sebagainya, yang mempengaruhi pemikiran khususnya politik pada zaman sekarang ini.

B.     Saran
Dalam membuat makalah ini tentu penulis melakukan kesalahan yang tidak sengaja, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membantu demi perbaikan penyusunan makalah kedepannya.




















DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Ebyhara. 2010. Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
www.pemikiran politik John Locke.com
http://sociahttp://ikadevihardianti-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-83224-Pemikiran%20Politik%20Barat-Pemikiran%20Politik%20Hegel.html




[1]Abu Bakar Ebyhara, Ph. D,Pengantar Ilmu Politik,(Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA,2010), hlm. 92-94.
[2]Ibid., hlm. 94-98.
[3]Ibid., hlm.98-105.
[4]Ibid., hlm.106-109.
[5]Ibid., hlm . 113-115.  
[6]Ibid,. hlm.119-125.
[7]Ibid,. hlm.125-132.
[8] Ibid,.hlm.134-137.
[9] Ibid,.hlm.137-139.
[10] Ibid,.hlm.139-140.
[11]Ibid,.hlm.140-144.
[12]Ibid,.hlm.144-146.
[13]Ibid,.hlm.146-147.
[14]Ibid,.hlm.147-151.
[15]www.pemikiran politik John Locke.com
[16]http://socialpoliti.blogspot.com/2013/06/pemikiran-politik-jean-jasques-roussesau.html
[17] http://ikadevihardianti-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-83224-Pemikiran%20Politik%20Barat-Pemikiran%20Politik%20Hegel.html