FOKUS BUDAYA DI NGAWI-JAWA TIMUR
1. TARI PENTUL MELIKAN

Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan
Paron, Tari ini digarap atau diciptakan pada tahun 1952 oleh Bapak Munajah di
Desa Melikan Kelurahan Tempuran, Kecamatan Paron, Kebudayaan Ngawi. Tarian ini
diciptakan untuk menghibur masyarakat setelah membangun sekolah daerah itu.
Perkembangan selanjutnya, pementasan tari ini diadakan untuk memperingati hari-hari besar nasional dan
hari besar Islam oleh penduduk setempat. Sebagai rasa syukur dan ungkapan
gembira masyarakat desa yang telah berhasil membangun sebuah jembatan,
masyarakat sepakat untuk membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu.
Tarian ini dilakukan dengan memakai topeng kayu.
Tarian ini melambangkan watak manusia yang berbeda-beda namun tetap bersatu
dalam kerja. Topeng ini dipengaruhi oleh zaman Kerajaan Kediri dan masa kini.
Iringan gamelan sedikit dipengaruh oleh Reog Ponorogo. Gerak-gerak tarian
melambangkan penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan ini
menumbuhkan ketentraman dan kedamaian. Tarian ini digambarkan dalam bentuk
berbaris seperti prajurit dan setengah lingkaran.
2. BATIK KHAS NGAWI

Batik merupakan salah satu warisan dari kebudayaan
asli Indonesia. Dewasa ini Pemerintah giat untuk mengkampanyekan ataupun
memperkenalkan pemakaian pakaian batik sebagai identitas nasional. Salah satu
industri rumah tangga yang sedang berkembang di dua Kecamatan yaitu di Desa
Munggut Kecamatan Padas dan Desa Banyu Biru kecamatan Ngrambe.
Batik motif Ngawi ini dibuat dengan teknologi batik
tulis. Dengan mengusung ciri khas Ngawi, yaitu padi, bambu, dan manusia purba
(palu purba). Batik tersebut, didesain dengan sangat teliti. Efek rentesan pada
setiap konturnya membuat proses batik tulis ini cukup lama. Oleh karena itu
kain batik tulis ini dijual dengan harga yang pantas.
3.
TARI BEDOYO SRIGATI

Tari Bedoyo Srigati ini adalah tarian sakral yang
biasanya menjadi tarian upacara adat pada waktu Ganti Langse di obyek wisata
spiritual Pesanggrahan Srigati . Tarian Ini ditarikan oleh paling sedikit 10
penari yang semua harus masih gadis. Saat ini Tari Budoyo Srigati juga biasa
ditampilkan pada saat ada jamuan tamu yang berkunjung di Ngawi. Ditarikan oleh
para gadis cantik dengan pakaian tradisional yang indah dan gerak yang lembut,
Budoyo Srigati sangat menarik untuk ditonton.
4.
TARI OREK OREK

Ngawi sejak tahun 1980-an terkenal sebagai Bumi
Orek-Orek. Sebutan ini tidak lepas dari
adanya Tari Orek-Orek yang tumbuh subur dan berkembang dimasyarakat luas.
Hampir disetiap acara baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun
masyarakat sendiri tari ini selalu dipentaskan.
Tari Orek–orek merupakan tarian dengan gerak dinamis
dengan pemain terdiri dari pria dan wanita berpasangan. Tarian ini
menggambarkan muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat gotong royong
melakukan tarian gembira ria untuk melepaskan lelah.
5.
KEDUK BEDJI

Prosesi Ritual Keduk Beji di Desa Tawun, Ngawi, Jawa
Timur
a.
Sarana Ngalap Berkah Awet Muda
Masyarakat Desa Tawun, Kec. Padas, Ngawi memiliki
tradisi unik, yakni ‘Ritual Keduk Beji’. Tradisi turun-temurun yang digelar
setiap Selasa Kliwon usai masa panen raya ini sebagai sarana penghormatan
kepada Eyang Ludro Joyo atas sumber air yang melimpah dan keramat. Berikut
prosesi ritualnya:
Sebelum ritual berlangsung, ratusan peserta berkumpul
di sumber berukuran 20 x 30 meter. Ritual dimulai dengan melakukan pengerukan
atau pembersihan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori
sumber mata air Beji yang berada di Desa Tawun. Terlihat seluruh peserta yang
terdiri atas kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua tumplek blek
turun menceburkan diri. Pada saat prosesi ini berlangsung, seluruh peserta
basah kuyup oleh air sumber yang telah menjadi keruh, bahkan disertai dengan
mandi lumpur.
Tak khayal, teriakan peserta yang ikut mandi lumpur
dan masing-masing memegang tongkat kayu menarikan tari ‘Kecetan’ sembari
bersahut-sahutan dengan suara dua sinden yang melantunkan tembang-tembang Jawa disertai iringan gamelan. Para pemain
gamelan dan dua sinden ini juga tampak gembira seperti peserta ritual lain yang
berada di dalam areal ritual. Ritual kemudian dilanjutkan dengan penyikepan
kendi ke dalam pusat sumber. Lalu, melakukan penyiraman air legen ke dalam sumber
Beji dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Sesaji tersebut
berisi makanan khas Jawa. Seperti jadah, jenang, rengginang, lempeng, tempe,
yang ditambah buah pisang, kelapa, bunga, dan telur ayam kampung.
Selama penyeberangan sesaji, para pemuda yang berada
di sekitar sumber Beji berjoged dan melakukan ritual saling gepuk (pukul)
dengan diiringi gending Jawa. Ritual ditutup dengan makan bersama Gunungan
Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga untuk ‘ngalub’ atau
meraih berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan
berkah bagi kehidupannya kelak. Setelah ritual selesai, warga desa
beramai-ramai mengambil air sumber yang mengalir jernih. Ada yang ditempatkan
di botol, ada yang ditempatkan diember, bahkan ada pula yang langsung mandi di
pinggiran sumber tersebut.
b. Sumber
Air Ajaib
Mengenai tradisi turun-temurun ini, sesepuh Desa Tawun
selaku Juru Silep, Mbah Suporno, mengatakan bahwa upacara Keduk Beji ini
merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun
sejak zaman dulu.
Tak sekadar melestarikan warisan leluhur, ritual ini
menurut Mbah Supomo, berawal dari warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu peruah
bertapa di Sumber Beji untuk mencari
ketenangan dan kesejahteraan rudup. Setelah bertapa lama, tepat di hari Selasa
Kliwon, jasad Eyang Ludro Joyo dipercaya hilang dan timbullah air sumber yang
dimanfaatkan warga untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar dan digunakan
untuk menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun yang merupakan objek
wisata sumber kehidupan bagi warga setempat.
Terkait dengan air yang keluar dari sumber mata air
ini, menurut kepercayaan warga memiliki berbagai keistimewaan. “Kami percaya,
air sumber yang baru keluar setelah upacara ‘Keduk Beji’ sangat berkhasiat.
Selain untuk kesehatan, air ini juga bisa membuat awet muda. Sedangkan syukuran
berupa Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang disediakan warga untuk mencari
berkah,” kata salah satu warga yang mengikuti ritual setiap Selasa Kliwon ini.
Sementara itu, inti dari ritual ini, terletak pada
penyilepan atau penyimpanan kendi di pusat sumber air Beji. Pusat sumber
tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber. “Setiap tahunnya,
kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan agar sumber
air Beji tetap bersih. Dan tidak kalah sakralnya, mandi lumpur ini dipercaya
warga desa setempat untuk membersihkan badan. Selain itu, mandi lumpur
dipercaya dapat awet muda dan sehat,” jelas Mbah Porno yang diyakini masih keturunan
dari Eyang Ludro Joyo.
6.
WAYANG KRUCIL
Wayang krucil adalah kesenian khas Ngawi, Jawa Timur
dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan
Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua
dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik. Cerita yang dipakai
dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran
hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan
wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad
tanah jawa sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan
wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati
(srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing
besar.
Nafi' Rotus Sholikah

