Kamis, 27 November 2014

Fokus Budaya di Ngawi-Jawa Timur

FOKUS BUDAYA DI NGAWI-JAWA TIMUR

1.      TARI PENTUL MELIKAN

TARI PENTUL MELIKAN
Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan Paron, Tari ini digarap atau diciptakan pada tahun 1952 oleh Bapak Munajah di Desa Melikan Kelurahan Tempuran, Kecamatan Paron, Kebudayaan Ngawi. Tarian ini diciptakan untuk menghibur masyarakat setelah membangun sekolah daerah itu. Perkembangan selanjutnya, pementasan tari ini diadakan untuk  memperingati hari-hari besar nasional dan hari besar Islam oleh penduduk setempat. Sebagai rasa syukur dan ungkapan gembira masyarakat desa yang telah berhasil membangun sebuah jembatan, masyarakat sepakat untuk membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu.
Tarian ini dilakukan dengan memakai topeng kayu. Tarian ini melambangkan watak manusia yang berbeda-beda namun tetap bersatu dalam kerja. Topeng ini dipengaruhi oleh zaman Kerajaan Kediri dan masa kini. Iringan gamelan sedikit dipengaruh oleh Reog Ponorogo. Gerak-gerak tarian melambangkan penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan ini menumbuhkan ketentraman dan kedamaian. Tarian ini digambarkan dalam bentuk berbaris seperti prajurit dan setengah lingkaran.
2.      BATIK KHAS NGAWI
BATIK KHAS NGAWI
Batik merupakan salah satu warisan dari kebudayaan asli Indonesia. Dewasa ini Pemerintah giat untuk mengkampanyekan ataupun memperkenalkan pemakaian pakaian batik sebagai identitas nasional. Salah satu industri rumah tangga yang sedang berkembang di dua Kecamatan yaitu di Desa Munggut Kecamatan Padas dan Desa Banyu Biru kecamatan Ngrambe.
Batik motif Ngawi ini dibuat dengan teknologi batik tulis. Dengan mengusung ciri khas Ngawi, yaitu padi, bambu, dan manusia purba (palu purba). Batik tersebut, didesain dengan sangat teliti. Efek rentesan pada setiap konturnya membuat proses batik tulis ini cukup lama. Oleh karena itu kain batik tulis ini dijual dengan harga yang pantas.
3.      TARI BEDOYO SRIGATI

TARI BEDOYO SRIGATI
Tari Bedoyo Srigati ini adalah tarian sakral yang biasanya menjadi tarian upacara adat pada waktu Ganti Langse di obyek wisata spiritual Pesanggrahan Srigati . Tarian Ini ditarikan oleh paling sedikit 10 penari yang semua harus masih gadis. Saat ini Tari Budoyo Srigati juga biasa ditampilkan pada saat ada jamuan tamu yang berkunjung di Ngawi. Ditarikan oleh para gadis cantik dengan pakaian tradisional yang indah dan gerak yang lembut, Budoyo Srigati sangat menarik untuk ditonton.
4.      TARI OREK OREK

TARI OREK OREK
Ngawi sejak tahun 1980-an terkenal sebagai Bumi Orek-Orek.  Sebutan ini tidak lepas dari adanya Tari Orek-Orek yang tumbuh subur dan berkembang dimasyarakat luas. Hampir disetiap acara baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat sendiri tari ini selalu dipentaskan. 
Tari Orek–orek merupakan tarian dengan gerak dinamis dengan pemain terdiri dari pria dan wanita berpasangan. Tarian ini menggambarkan muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat gotong royong melakukan tarian gembira ria untuk melepaskan lelah.
5.      KEDUK BEDJI

KEDUK BEDJI
Prosesi Ritual Keduk Beji di Desa Tawun, Ngawi, Jawa Timur
a.      Sarana Ngalap Berkah Awet Muda
Masyarakat Desa Tawun, Kec. Padas, Ngawi memiliki tradisi unik, yakni ‘Ritual Keduk Beji’. Tradisi turun-temurun yang digelar setiap Selasa Kliwon usai masa panen raya ini sebagai sarana penghormatan kepada Eyang Ludro Joyo atas sumber air yang melimpah dan keramat. Berikut prosesi ritualnya:
Sebelum ritual berlangsung, ratusan peserta berkumpul di sumber berukuran 20 x 30 meter. Ritual dimulai dengan melakukan pengerukan atau pembersihan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori sumber mata air Beji yang berada di Desa Tawun. Terlihat seluruh peserta yang terdiri atas kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua tumplek blek turun menceburkan diri. Pada saat prosesi ini berlangsung, seluruh peserta basah kuyup oleh air sumber yang telah menjadi keruh, bahkan disertai dengan mandi lumpur.
Tak khayal, teriakan peserta yang ikut mandi lumpur dan masing-masing memegang tongkat kayu menarikan tari ‘Kecetan’ sembari bersahut-sahutan dengan suara dua sinden yang melantunkan tembang-tembang  Jawa disertai iringan gamelan. Para pemain gamelan dan dua sinden ini juga tampak gembira seperti peserta ritual lain yang berada di dalam areal ritual. Ritual kemudian dilanjutkan dengan penyikepan kendi ke dalam pusat sumber. Lalu, melakukan penyiraman air legen ke dalam sumber Beji dan penyeberangan sesaji dari arah timur ke barat sumber. Sesaji tersebut berisi makanan khas Jawa. Seperti jadah, jenang, rengginang, lempeng, tempe, yang ditambah buah pisang, kelapa, bunga, dan telur ayam kampung.
Selama penyeberangan sesaji, para pemuda yang berada di sekitar sumber Beji berjoged dan melakukan ritual saling gepuk (pukul) dengan diiringi gending Jawa. Ritual ditutup dengan makan bersama Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang telah disediakan bagi warga untuk ‘ngalub’ atau meraih berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan berkah bagi kehidupannya kelak. Setelah ritual selesai, warga desa beramai-ramai mengambil air sumber yang mengalir jernih. Ada yang ditempatkan di botol, ada yang ditempatkan diember, bahkan ada pula yang langsung mandi di pinggiran sumber tersebut.
b. Sumber Air Ajaib
Mengenai tradisi turun-temurun ini, sesepuh Desa Tawun selaku Juru Silep, Mbah Suporno, mengatakan bahwa upacara Keduk Beji ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun sejak zaman dulu.
Tak sekadar melestarikan warisan leluhur, ritual ini menurut Mbah Supomo, berawal dari warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu peruah bertapa di Sumber Beji  untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan rudup. Setelah bertapa lama, tepat di hari Selasa Kliwon, jasad Eyang Ludro Joyo dipercaya hilang dan timbullah air sumber yang dimanfaatkan warga untuk mengairi lahan pertanian penduduk sekitar dan digunakan untuk menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun yang merupakan objek wisata sumber kehidupan bagi warga setempat.
Terkait dengan air yang keluar dari sumber mata air ini, menurut kepercayaan warga memiliki berbagai keistimewaan. “Kami percaya, air sumber yang baru keluar setelah upacara ‘Keduk Beji’ sangat berkhasiat. Selain untuk kesehatan, air ini juga bisa membuat awet muda. Sedangkan syukuran berupa Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang disediakan warga untuk mencari berkah,” kata salah satu warga yang mengikuti ritual setiap Selasa Kliwon ini.
Sementara itu, inti dari ritual ini, terletak pada penyilepan atau penyimpanan kendi di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber. “Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan agar sumber air Beji tetap bersih. Dan tidak kalah sakralnya, mandi lumpur ini dipercaya warga desa setempat untuk membersihkan badan. Selain itu, mandi lumpur dipercaya dapat awet muda dan sehat,” jelas Mbah Porno yang diyakini masih keturunan dari Eyang Ludro Joyo.
6.     WAYANG KRUCIL
Wayang-Krucil-Indonesia-2

Wayang krucil adalah kesenian khas Ngawi, Jawa Timur dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik. Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.




Nafi' Rotus Sholikah


Senin, 24 November 2014

mendaki di gunung lawu by GCU

Puncak Lawu
R
abu (14/11), pendakian puncak lawu yang kedua kali ini ku lakukan dalam suasana malam tahun baru Islam tepatnya malam 1 suro, yang pada saat itu juga banyak para pendaki dari berbagai daerah melakukan pendakian. Aku yang ditemani tiga orang teman dari sekolahku sendiri (SMAN 1 Ngawi) ada dua orang (Mulana Arga dan Devid Yokki) dan satunya dari SMA PGRI 1 Ngawi yaitu Nafi. Kami berangkat setelah Ashar sekitar pukul 16.00 WIB dari SMAN 1 Ngawi dengan naik sepeda motor. Sekitar dua jam kami melakukan perjalanan sampai ke cemoro sewu tepatnya di Kab. Magetan. Di perjalanan Kami disuguhkan pemandangan yang menajubkan, namun ada sedikit masalah dalam perjalanan Kami yaitu motor yang saya tumpangi (Yamaha Cryton) terjadi gas yang tidak stabil sehingga menyebabkan Kami berjalan lambat. Setelah sampai di Cemoro Sewu sekitar jam 18.00 WIB Kami istirahat beberapa menit, aku pun menyelidiki kerusakan motorku di bantu dengan Maulan dan ternyata ada kerusakan pada Busi kendaraan lalu segera Kami lakukan perbaikan, berharap besuk dapat pulang dengan lancar.
Sebelum melakukan pendakian Kami menjalankan Ibadah Sholat maghrib di Mushola dekat Cemoro Sewu dan ternyata disini Kami bertemu dengan kakak-kakak alumni SMASA beserta beberapa temannya (Kak Radit, Kak Muzi, Kak Yusak, Verika, Roro, dan Aan) merekapun ikut bergabung dalam kelompok Kami, Kami menamakan diri Kami “NGAWI RAMAH” karena kami semua dari Kabupaten Ngawi, usul dari Kak Radit, terlihat beberapa teman Kami kedinginan yaitu Nafi yang berpakaian Biru. :D. Setelah selesai packing tepat pukul 19.16 WIB Kami berangkat dari Cemoro Sewu dengan penuh semangat. Di pintu Cemoro Sewu Kami berhenti sejenak untuk membayar Retribusi sebesar Rp. 7500,- @. Semua sudah siap, Kami pun melanjutkan perjalanan menuju puncak.

Di awal perjalanan Kami melihat di kanan kiri Kami ramai sekali pendaki berlalu-lalang mungkin karena malam suro, tak ketinggalan Kami juga melihat di sekitar banyak tenda-tenda berdiri slah satunya ada juga tenda tim SAR (search and rescue). Langkah demi langkah kami ayunkan meskipun terasa berat karna banyak tanjakan yang hasus Kami lewati namun karena Kami lakukan bersama-sama dengan suasana yang bersahabat sehingga memberikan semangat bagi kami semua. Perjalanan semakin gelap dan dingin karena waktu semakin malam dan semakin tinggi daerah yang kita lalui. Dalam perjalanan tak lupa Kami menyorakkan yel-yel Kami “NGAWI RAMAH!!!” berkali kali tak ingin kalah pendaki lain pun ikut menunjukkan yel-yel mereka, akhirnya pun seakan saling berbalas membuat suasana menjadi sangat akrab meskipun banyak dari kami yang belum saling mengenal satu sama lain. Di perjalanan ini kami serasa tak patah semangat meskipun terkadang banyak rintangan yang harus kami hadapi. Tak jarang Kami pun juga meraskan lelah dan dingin, seketika itu Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tak lama kami melihat beberapa orang turun, mereka seperti membawa obor untuk penerangan namun ternyata mereka hanya membawa kayu yang pada ujungnya diikatkan sarung tangan mereka dengan sedikit bahan bakar mereka menyulutkannya sehingga terlihat seperti obor, mungkin terlihat aneh tapi ini benar-benar unik. Heheh
Waktu menunjukan pukul 21.00 WIB kami melanjutkan perjalanan sampai di pos 3 sempat kami terhenti sejenak tercengang karena ada beberapa orang yang mebawa bawaan berat setelah saya bertanya, ternyata mereka membawa bahan-bahan makanan seperti beras dan sebagainya, mereka ialah penjual makanan di puncak katanya. “nuwun sewu, buk. Jenengan napa mboten, sayah*?. Mbeto ngoteniku” aku bertanya sambil menunjuk bawaanya, “jane kesel le, nanging neg wis kulina yo rasane biasa” jawab Ibuk penjual makanan tadi. Mereka sangat hebat, aku kagum dan seakan hampir tak percaya ternyata kehidupanku begitu terlihat berbeda ketika ku bandingkan dengan mereka yang hidup setiap harinya mereka jalani penuh dengan kerja keras demi mendapat sesuap nasi. Terlintas di benakku sejenak teringat akan orangtuaku di rumah, betapa besyukurnya kami dapat hidup dengan serba mudah dan berkecukupan berbeda jauh dengan mereka yang menggantungkan hidupnya berjualan di Gunung Lawu. Alhamdullilah ku ucapkan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Cahaya matahari mulai terlihat dari ufuk timur, Kami pun mulai bersemangat lagi menuju puncak Gunung Lawu. Tinggal beberapa tanjakan lagi kami sampai pada Puncak. Sebelum sampai Puncak tak lupa kami berfoto-foto karena di sekitar sini sinar matahari nampak indah menyinari beberapa pepohonan dan juga bunga-bunga edelwais terlihat bermekaran dimana-mana. Subhanallah, betapa Kuasanya Tuhan menciptakan alam seisinya ini begitu indah. Kami tak ingin berlama-lama di sini akhirnya pun meneruskan perjalanan. Sebelum sampai di puncak aku berhenti sejenak dan melihat di sisi kiri saya.
Terlihat di sana agak jauh terdapat Gua. Gua tersebut tidak terlihat begitu jelas namun sempat saya mengambil gambarnya, nampak sebuah lubang cukup besar terdapat di sela tebing yang berdiri tegak. Mesikpun ada jalan setapak menuju gua tersebut namun Kami tidak hendak menuju kesana karana entah mengapa agak terasa takut. Mungkin karena tempatnya misterius dan jalanya lumayan jauh disilain pun kami harus segera melanjutkan perjalanan agar nanti tidak terlalu sore dalam perjalanan pulang. Setelah beberapa menit kami berjalan sampailah pada salah satu situs di Gunung Lawu yang konon dikeramatkan oleh banyak orang, yaitu situs Sendang Derajat .
Sendang Derajat adalah sebuah sumber mata air yang terdapat di dekat puncak gunung lawu. Situs ini merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi oleh para pendaki. Di dekat sendang ini terdapat makam seseorang yang dianggap keramat oleh para pendaki dan sering dijadikan tempat mencari Wangsit* kata orang jawa. Di sendang derajat terdapat sumber air jernih yang konon jika kita meminumnya sambil berdoa, permintaan dan doa tersebut akan dikabulkan. Mungkin karena di tempat ini masih suci dan hanya orang-orang yang tertentu yang bisa sampai pada tempat ini. Sendang derajat ini diambil dari kata Sendang yang berarti mata air, dan Derajat yang artinya pangkat atau derajat, yang diharapkan orang yang minum dan berdo di sini dapat menjadi seorang yang berpangkat tinggi dan derajatnya tinggi di mata Tuhan. Sayangnya sumber air di sendang tersebut pada saat itu sedang kering malah hanya ada bunga-bunga dan dupa. Selain Sendang dan makam, di tempat ini juga terdapat warung makan yang ramai pada hari-hari di bulan suro karena banyak pendaki Gunung Lawu pada bulan Suro. Warung makan ini terlihat sederhana namun banyak pengunjungnya dari yang hanya berkamp maupun yang hanya beristirahat sejenak. Menu yang disajikan pun cukup lengkap yaitu nasi pecel minum-minuman hangat serta beberapa camilan jajan. Serasa warung pada umumnya namun yang ini terdapat di dekat Puncak Lawu.
Pukul 07.00 kami melanjutkan perjalanan lagi, menuju puncak. Tak beberapa lama berjalan salah satu teman kami memutuskan untuk beristirahat dan sarapan pagi sebentar. Kami lalu berhenti di dekat makam yang lain di dekat puncak lalu mengeluarkan perbekalan kami. Dengan bantuan kayu dan paraffin seadanya kami memasak air yang pertama kami jadikan minuman hangat dengan memberinya serbuk sachet ANGET SARI+SPONTAN, menurut salah satu teman kami (Devid) dia berkata “ Rasane seperti Katul*, eh tapi enak juga” sambil ketawa. Tak lupa kami juga memasak mi kuah, mungkin tidak terlalu banyak tapi cukup buat kami semua. Sambil beristirahat kami makan-makan, setelah makan beberapa teman kami memutuskan untuk beristirhat, ternyata dia sudah pernah beberpa kali pergi ke puncak sehingga dia tidak mengikuti kami dan menunggu di tempat tersebut, yang lainnya pun meneruskan perjalanan ke puncak.
Aku, Maulana, dan Mas Yusak melanjutkan perjalanan menuju puncak, sebenarnya jalan menuju puncak sudah dekat namun dengan rasa ingin tau aku mengjak mereka berkeliling dahulu melihat situs-situs di dekat sebelum sampai puncak. Yang pertama kami berhenti di sebuah rumah sederhanya. Di depan rumah tersebut terdapat tulisan KIKI, setelah masuk pada teras rumah tersebut di sana ada seorang yang keluar dan saya sempat bertanya-tanya insformasi. Ternyata rumah itu milik bos Buku KIKI dan di tempat itu akan diadakan sebuah acara namun saya tidak menanyakannya, yang jelas bosnya akan datang hari ini katanya.
Perjalanan lalu kami lanjutkan menuju puncak dan lagi-lagi kami terhenti sejenak, kami berhenti pada sebuah warung makan. Warung makan ini berbeda dengan yang sebelumnya ini merupakan yang paling melegenda kata banyak orang. Ini Warung Mbok yem sempat juga masuk TV kata temanku Devid. Karena warung ini telah berdiri sejak lama sampai-sampai hampir setiap pendaki pasti tak mau ketinggalan mampir di warung ini. Namun sayang kami tak bisa berlama-lama di sini. Sebenarnya kami ingin bertemu dengan pemilik warung atau Mbok Yem sendiri tetapi Beliau masih kelihatan sibuk dengan pelanggan-pelanggannya akhirnya kami lanjutkan perjalanan lagi menuju puncak.
Sebenarnya saya sendiri sudah yang kedua kali ini pergi ke puncak lawu, namun pada pendakian pertama dengan keenam teman saya (Wirawan, Ucup, Rohman, Bayu, Taufik, Andrey, dan saya sendiri) ini tidak begitu memuaskan bagi saya. Pasalnya, kami hanya melakukan pendakian sampai puncaknya saja tanpa berkunjung ke situs-situs penting yang ada di sekitar puncak. Selain itu dokumentasi pada saat itu terjadi trouble atau bermasalah karena setelah sampai di rumah data-data gambar yang telah kami ambil semua tidak bisa dibuka mungkin filenya rusak. Sehingga dengan pengalaman tersebut saya ingin kembali lagi ke tempat ini dengan harapan mampu mendokumentasikan perjaanan kami dengan sebaik baiknya. Puncak telah di depan mata, kedua teman saya pun tak sabar untuk melihat dan mengambil gambar di sana. Tetapi langkah mereka masih saja ku belokkan meskipun agak tidak setuju dengan saya akhirnya mereka ikut juga. Tempat selanjutnya yang kami singgahi adalah sebuah rumah kosong, saya tidak tahu banyak tentang tempat tersebut mungkin tempat itu hanya sebuah rumah peristirahatan seseorang saja, tetapi Nampak cukup besar. Sayangnya temanku tidak begitu tertarik akhirnya kami tinggalkan begitu saja.
Waktu menunjukan sekitar pukul 09.00 WIB, tak terasa sudah lama kami berkeliling. Padahal kami tadi telah berjanji akan kumpul lagi ditempat yang telah dijanjikan teman-teman yang lain pukul 11.00 WIB tepat, tak banyak cakap kami lanjutkan ke situs selanjutnya yaitu Hargo Dalem. Tempat ini banyak disinggahi para pendaki untuk ritual atau sekedar ziarah, untuk kami sendiri pada saat itu terlihat sedang diadakan sebuah ritual penyembelihan kambing. Terlihat banyak orang berpakaian hitan-hitam yang berlalu-lalang di tempat ini, dengan disusul aroma-aroma yang sangat menyengat dari wangi-wangian bunga, dupa sampai kemenyan yang di bakar. Nampak tempat ini merupakan tempat yang suci dan dikeramatkan oleh beberapa orang.
Setelah dari Hargo Dalem kami melajutkan lagi ke situs yang terkhir kami kunjungi sebelum menuju puncak lawu. Situs ini adalah Pasar Dieng atau sering disebut pasar gaib, ada juga yang menyebutnya pasar setan. Di tempat ini sepintas dari kejauhan terlihat tak ada yang special namun setelah kami dekati banyak terjadi kejanggalan di sini. Salah satunya yaitu banyak batu-batu yang berceceran di mana mana bahkan tak jarang kami menemukan sebuah batu-batu yang disusun rapi menjulang ke atas, ada juga yang sampai terdapat batu tersangkut di atas ranting ranting pohon. Menurut mitos yang beredar tempat ini merupakan pasar atau tempat transaksi para makhluk gaib. Ada pula yang mempercayai apabila kita membawa daun beberapa lembar kemudian kita taruh di sana dan meminta sesuatu barang atau keinginan maka setelah kita sampai di rumah nanti akan mendapatkannya. Tetapi kenyataannya di tempat ini malah banyak uang berceceran baik uang kertas maupun uang logam. “kenapa ya?” Tanya saya dalam hati. Salah satu temanku hendak mengambil namun saya cegah dengan alas an uang tersebut kan bukan milik kita.
Akhirnya sampai puncak setelah puas dengan mengunjungi situs-situs di dekatnya. Tiba juga kami di tujuan utama dalam pendakian ini yaitu Puncak Gunung Lawu atau disebut juga Hargo Dumilah. Ditempat ini terdapat sebuah tugu yang tidak terlalu tinggi namun merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan puncak-puncak lainnya dalam gunung lawu. Di tugu tersebut bertuliskan 3265 Dpl, KIKI, serta terdapat logo baret merah kemungkinan lambang KOPASUS. Di tenpat ini banyak para pendaki mengambil gambar maupun merekamnya dalam bentuk dokumentasi film, namun ada juga yang hanya sekedar bersenbahyang dengan membawa dupa dan kembang serta sajen*. Kami pun tanpa banyak basa basi langsung ambil gambar di sini meskipun objek tugunya ramai sehinggan kami harus rela mengantri dengan yang lainnya yang juga ingin mengambil gambar dengan background Puncak lawu. Setelah beberapa menit menuggu akhurnya kami dapat juga kesempatan mengambil gambar di Puncak Gunung lawu. Tak terasa waktu berjalan begitu ceoat, jam telah menunjukan pukul 10.30 WIB. Kami harus segera kembali menuju tempat perjanjian yang telah ditentukan tadi. Akhirnya pun kami bergegas meniggalkan puncak dan menuju tempat yang telah ditunggu teman-teman kami yang lain.
Tepat hampir pukul 11.00 WIB kami telah bertemu dengan teman-teman kami yang lainnya. Dengan istirahat sebentar, akhirnya kami melanjutkan perjalanan turun menuju Cemoro Kandang. Perjalanan tak begitu sulit dengan lintasan-lintasan yang tak terlalu curam seperti pada jalur Ceomoro Sewu sebelumnya. Namun kali ini jarak yang ditempuh lebih jauh dari pada jalur Cemoro sewu. Bebrapa pos kami lewati, di perjalanan pulang ini saya mengalami sedikit kendala yaitu badan saya agak lemas dan kepala saya terasa pusing, mungkin karena lapar. Akhirnya beberapa dari kami ada yang berpencar, ada yang memilih jalan yang datar tapi jauh ada juga yang memilih potong jalur atau disebut jalur Potong Compas. Sehingga yang tersisa menemaniku dalam perjalanan menuju pos selanjutnya yaitu pos 2 (taman sari atas) hanya dua orang yaitu Devid Yokki dan Maulana Arga. Dengan langkah yang tidak telalu cepat akhirnya kami sampai juga pada pos 2 (taman sari atas) di sini nampak beberapa pohon hangus seperti habis terkena kebakaran hutan, jadi terkesan Gothic kata salah satu temanku. Kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas karena di jalur-jalur menuju pos 2 (taman sari atas) ini sering tercium bau dari Belerang atau Sulfur. Dan ternyata tepat di samping timur pos ini terdapat kawah yang mengeluarkan asap putih dan tercium bau belerang yang sangat menyengat seperti bau Kentut :D , rasa capek agak berkurag setelah istirahat sebentar tadi, kami memutuskan untuk lanjut menuju pos 1 (taman sari bawah). Setelah perjalanan sekitar satu jam kami tiba di pos 1 (taman sari bawah). Kami tidak begitu beruntung karena pada saat itu tiba-tiba hujan turun sangat deras akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak dan melaksanakan sholat Ashar.
Setelah hujan mereda, kabut pun mulai nampak pekat sehingga mengurangi jarak pandang kami. Dengan hati-hati kami berjalan menuju Pos Cemoro Kandang, meskipun kabut yang pekat serta jalan yang licin kami tetap takkan menyerah dan ingin segera pulang. Sempat beberapa kali kami terpeleset, di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang bapak-bapak sekitar umur 40 tahun. Dia meminta kami untuk menemani perjalanannya sampai pos Cemoro Kandang. Sekitar satu jam berjalan dari pos 1 (taman sari bawah) akhirnya sampai juga kami di Comoro Kandang. Tanpa istirahat kami langsung melewatinya begitu saja dan langsung turun ke jalan raya menuju Cemoro Sewu yang tidak terlalu jauh dari situ. Setelah sampai di Cemoro Sewu Kami langsung menuju penitipan Motor kami yang tidak jauh dari situ. Meskipun keadaan masih agak gerimis dan berkabut kami memutuskan untuk langsung pulang ke rumah masing-masing, Itulah sedikit cerita Semasa Muda KAMI yang bersekolah di SMA N 1 Ngawi, dan kami banyak berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam melakukan pendakian ini. Untuk Ibu (TRI HERNANI) dan Bapak saya (PUGUH SUSILO UTOMO) saya berterimakasih atas restu yang diberikan. Tak lupa Kepada rekan (DEVID YOKKI dan MULANA ARGA RIDHO) yang setia menemani saya dalam perjalanan ini. _14 Nov 2012_.GCU
Terima Kasih